Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jendral MPR RI Dr Ma'ruf Cahyono, SH.MH menegaskan, bahwa dalam dalam sistem peraturan perundang undangan secara resmi tidak ada istilah Perda Syariah namun hal itu tidak bertentangan dengan undang-undang selama substansinya juga tidak melanggar aturan yang ada.

"Dalam Sistem Peraturan Perundang undangan, jelas tidak ada istilah secara resmi Perda Syariah. Tetapi materi muatan Perda atau substansinya bisa berasal dari mana saja," kata Sesjen MPR Ma'ruf Cahyoni saat memberikan kuliah umum dihadapan ratusan mahasiswa dan civitas akademika Fakultas Syariah IAIN Purwokerto, Jawa Tengah, Selasa (26/2).

Lebih lanjut Ma'ruf menjelaskan para pendiri bangsa sudah bersepakat menjadikan Pancasila sebaga pandangan hidup, jati diri, ideologi, falsafah, dan dasar negara. Karena itu bangsa Indonesia harus menempatkan Pancasila sebagai sesuatu yang sangat tinggi dan terhormat.

Salah satunya sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia. Artinya, tidak boleh ada satupun hukum dan peraturan perundangan yang tidak berlandaskan pada Pancasila, apalagi sampai bertentangan dengan Pancasila.

Karena itu silang pendapat menyoal perda bermuatan syariat harus diluruskan. Perda bermuatan syariat bisa diasumsikan seolah hanya menunjuk pada agama tertentu, dan tidak mempertimbangkan agama-agama lainnya.

Lebih lanjut Ma'ruf menjelaskan Perda bisa saja  materiny bermuatan nilai-nilai moral dan agama, budaya dan kearifan lokal, karena di tempat yang mayoritas muslim maka masuklah nilai-nilai syariat.

"Itu tidak salah, apalagi nilai-nilai agama itu kan baik, sesuai dengan sila pertama Pancasila kita bangsa yang religius, Itu landasan filosofis bangsa dan memang semua peraturan harus merujuk ke situ,", kata Ma'ruf Cahyono menambahkan.

Perda-perda yang bermuatan nilai nilai agama dan kearifan lokal seperti itu menurut Ma'ruf sudah cukup banyak; ada di berbagai Provinsi dan Kabupaten/Kota. Seperti perda soal larangan prostitusi dan miras.

Ma'ruf menjelaskan perda-perda itu isinya sesuai dengan kearifan lokal dan nilai nilai agama yang pasti mengajak pada kebaikan, dengan landasan etika dan moral. Intinya bahwa setiap kebijakan perundangan termasuk Perda adalah wujud dari kesadaran hukum masyarakat setempat.

" Yang penting tidak diskriminatif apalagi melanggar HAM," katanya.

Ikut hadir dalam acara tersebut Rektor IAIN Purwokerto Dr. A. Lutfi Hamidi M. Ag, Wakil Rektor Drs. Asdhori, M. Pd.I, Dekan Fakultas Syariah: Dr. Syufaat, M.Ag, serta Wakil Dekan I Fakultas Syariah IAIN Purwokerto Dr. H. Ridwan M. Ag.

Selain menyampaikan kuliah umum, kehadiran Sesjen MPR di IAIN Purwokerto juga diisi dengan penandatanganan kerjasama antara Sekretariat Jenderal MPR dengan IAIN Purwokerto. Penandatangan, itu antara lain menyangkut kerjasama pelaksana sosialisasi empat pilar MPR dan kegiatan pengkajian sistem ketatanegaraan.

Menjawab pertanyaan wartawan menyangkut penandatanganan MOU dengan IAIN Purwokerto, Ma"ruf mengatakan MPR sudah melakukan kerjasama dengan berbagai pihak, bukan hanya perguruan tinggi, tetapi juga dengan berbagai lembaga negara termasuk ormas, organisasi profesi hingga organisasi kepemudaan dan kewanitaan.

"Tentunya kita harus saling bersinergi untuk kerjasama dan saling membantu dalam pelaksanaan sosialisasi maupun kajian-kajian sistem ketatanegaraan, seperti kerjasama-kerjasama yang sudah dilakukan selama ini", kata Ma'ruf menambahkan.

Pewarta: Jaka Sugiyanta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2019