Tokyo (ANTARA News) - Kantor Pusat Japan Bank for International Cooperation (JBIC) di Tokyo, Kamis, mengharapkan Jakarta memberikan penjelasan resmi soal proyek pembangunan PLTA Asahan III, menyusul keinginan pemerintah daerah Sumatera Utara melibatkan investor baru asal China dan Korea Selatan. "Kami membutuhkan penjelasan resmi, mengingat adanya perjanjian resmi yang sudah dibuat," kata Direktur Divisi untuk Pembangunan Indonesia. Satoshi Shigiya, kepada Antara di Tokyo, Kamis. Ia mengemukakan hal itu di Kantor Pusat JBIC di lantai 3, di kawasan Chiyoda-ku, Tokyo, berkaitan dengan kebijakan Gubernur Sumut, Rudolf Pardede, yang bersikukuh menyodorkan investor swasta dari Korea Selatan dan China untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air Asahan III, dan "melupakan" JBIC yang selama ini memberikan bantuan pinjaman pembiayaan untuk proyek PLTA Asahan III bersama mitranya, PT PLN. Alasan Gubernur Sumut, Hanhwa Engineering & Corporation (Korsel) dan China Huadian Corporation (China) berkomitmen bisa menyelesaikan proyek PLTA Asahan III lebih cepat dibanding PT PLN, apalagi dana pembangunannya tidak perlu diperoleh dari pinjaman luar negeri. Kedua investor swasta itu menyatakan kesanggupannya membangun PLTA Asahan III dalam waktu tiga tahun atau lebih cepat setahun dari waktu yang dibutuhkan PLN. Sementara PLN dituding menerlantarkan proyek PLTA Asahan III selama lebih dari 14 tahun. Ia menjelaskan, penting untuk memahami lebih dulu bahwa kerjasama dengan PT PLN adalah kerjasama untuk mengatasi krisis listrik yang terjadi di wilayah sumatera utara. "Kami prihatin dengan perkembangan yang terjadi, namun kami tetap berharap bahwa proyek PLTA III bisa tetap terlaksana dengan baik dan secepatnya," kata Shigiya lagi. Lebih jauh ia memahami posisi Indonesia yang memiliki hak untuk me-review berbagai proyek kerjasama internasional, namun hendaknya diingat juga ada kesepakatan resmi yang perlu dihormati. "JBIC siap untuk melakukan dialog baik secara formal ataupun informal dengan pemerintah Indonesia, pemerintah Sumut serta stake holder lainnya. Mengenai tempatnya bisa di Indonesia atau di Jepang," ujarnya. Ia kemudian menyodorkan setumpuk data mengenai PLTA Asahan III yang diharapkan bisa mengatasi krisis listrik yang dialami Sumut dan Aceh. Kebutuhan untuk kedua daerah itu (tahun 2003) diperkirakan mencapai 1.034 mega watt (MW). Total pinjaman PLTA Asahan III berdasarkan hitungan JBIC mencapai 27,6 miliar yen atau setara 240 juta dolar AS. Sedangkan total proyeknya sendiri mencapai 36, 8 miliar yen. "Yang perlu diingat, kondisi objektif yang ada adalah menyelesaikan krisis listrik yang terjadi di Sumut dan Aceh," ujarnya. Menjawab kemungkinan keadaan di Sumut membuat kesal JIBC, Shigiya mengatakan pihaknya tidak berada dalam posisi untuk bisa marah. "Tahun ini juga kita Jepang dan Indonesia sama-sama menginginkan peningkatan hubungan bilateral. Persoalan ini diharapkan tidak mengganggu hubungan baik yang sudah ada," ujarnya. Tahun depan April, 2008 Indonesia-Jepang memperingati 50 tahun hubungan diplomatik keduanya. Berdasarkan data JBIC, bantuan pinjaman Jepang untuk sektor listrik di Indonesia tersebar di 30 lokasi, mulai dari proyek Peusangan di Aceh Darussalam hingga Lahendong di Sulawesi Utara. Perkiraan kebutuhan listrik Indonesia di masa depan bertumbuh rata-rata 7,2 persen setiap tahun, sehingga tahun 2025 kebutuhan listrik mencapai 10 ribu MW atau empat kali lipat dari pemakaian tahun 2005. (*)

Copyright © ANTARA 2007