Makassar (ANTARA) - Menteri Kesehatan RI Nila F. Moeloek menanggapi positif usulan Pengurus Pusat Perhimpunan Sarjana dan Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia (PP PERSAKMI) mengenai akselerasi pendidikan profesi kesehatan masyarakat sesuai amanah Undang-Undang No. 36 tahun 2014 tentang tenaga kesehatan.

"Kami ini Kementerian Kesehatan sebagai salah satu pengguna bagi sarjana kesehatan masyarakat (SKM). sementara Kementerian Pendidikan Riset Tekonologi dan Pendidikan Tinggi, dan universitas sebagai penyelenggara. Kami bersedia memfasilitasi hal ini," ujar Nila F. Moeloek saat bertemu dengan PP PERSAKMI di Kampus Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Sabtu.

Menteri Kesehatan juga mengatakan pihaknya telah mengetahui adanya keresahan bagi sarjana kesehatan masyarakat (SKM) terkait dengan penerapan uji kompetensi (Ukom) dan surat tanda registrrasi (STR), sehingga pihaknya bersedia untuk memfasilitasi upaya penyelesaian masalah tersebut.

"Tentang STR dan Ukom bagi SKM, saya juga telah mendengarkan keresahan ini dari mahasiswa saat melakukan audiensi beberapa waktu yang lalu," ujarnya.

Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek melakukan kunjungan ke Makassar atas undangan menghadiri seminar nasional dan Musyawarah Nasional Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI) di Kampus UMI Makassar, Selasa (2/3).

Para Pengurus PERSAKMI yang berdialog langsung dengan Menteri Kesehatan di sela acara seminar tersebut antara lain Ketua Umum PP PERSAKMI Prof Dr Ridwan Amiruddin, SKM, MKes., MSc.PH; Ketua Dewan Etik PERSAKMI Dr. Aminuddin Syam, SKM, MKes., MMed.Ed; dan Ketua PERSAKMI Wilayah IV meliputi Sulawesi, Kalimantan, Maluku dan Papua Prof Sukri Palutturi, SKM, MKes., MSc.PH, PhD.

Pada pertemuan itu beberapa usulan dan pandangan dari PERSAKMI melalui juru bicara Dr. Aminuddin yang menyampaikan bahwa di Indonesia saat ini terdapat sekitar 1,2 juta sarjana kesehatan masyarakat mengalami keresahan atas kebijakan Uji Kompetensi (Ukom) dan Surat Tanda Registrasi (STR) yang dinilai bertentangan dengan Undang-Undang No. 36/2014 tentang tenaga kesehatan.

Dalam undang-undang tersebut, khususnya pada pasal 21 ayat 1 menyebutkan bahwa Ukom dan STR hanya untuk pendidikan profesi dan vokasi bukan untuk pendidikan akademik seperti SKM, sehingga PERSAKMI menyarankan agar dilakukan moratorium Ukom dan STR sampai terbentuknya pendidikan profesi kesehatan masyarakat.

"Selain itu, kami meminta dan mengusulkan untuk meniadakan seluruh persyaratan dan kebijakan STR bagi SKM pada penerimaan aktifitas dan program layanan kesehatan misalnya nusantara sehat atau lainnya karena hanya sekitar tiga persen alumni SKM yg diterima di layanan kesehatan," ujar Aminuddin.

Sementara Ketua Umum PP PERSAKMI Prof. Dr. Ridwan Amiruddin juga menambahkan agar perlu ada keterwakilan SKM (PERSAKMI) di Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia,

"Bagaimana mungkin masalah kami yang berjumlah lebih satu juta SKM di Indonesia diwakili oleh seorang yang bukan SKM. PERSAKMI adalah satu-satunya Organisasi Profesi Kesehatan Masyarakat yang menghimpun seluruh sarjana kesehatan masyarakat di Indonesia," ujarnya seraya juga meminta pihaknya agar difasilitasi dan dijadualkan untuk bisa melakukan audiensi dengan Presiden RI.*


Baca juga: Menkes kaji Bevacizumab dan Cetuximab masuk daftar tanggungan BPJS

Baca juga: Kasus baru DBD mulai menurun


 

Pewarta: Laode Masrafi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019