N`Djamena (ANTARA News) - Sebanyak 20 orang tewas dalam bentrokan etnik di Chad timur, setelah pembelotan mantan pemberontak yang setia kepada menteri pertahanan menimbulkan ketegangan di wilayah yang berbatasan dengan wilayah Sudan, Darfur, kata beberapa sumber pemerintah, Senin. Bentrokan antara suku Tama dan Zaghawa meletus setelah satu kelompok petempur bersenjata Tama yang telah bertugas di bawah Menteri Pertahanan Mahamat Nour meninggalkan kota kecil Guereda di bagian timur negeri itu pekan lalu dan bergerak ke dekat perbatasan Sudan. Mereka menuduh Angkatan Bersenjata Chad berusaha melucuti senjata mereka. Perincian mengenai pertempuran antar-suku tersebut sulit diperoleh, tapi tampaknya angguta suku Tama yang bersenjata telah memanfaatkan ketidak-hadiran anak buah Nour di Guereda untuk meraih keunggulan atas suku Tama. Persaingan suku telah berlangsung lama di Chad timur seperti juga yang terjadi di Darfur, banyak warga setempat berkeliaran sambil menyandang senjata dan bentrokan seringkali terjadi. Berita mengenai bentrokan paling akhir itu muncul saat menteri luar negeri Uni Eropa bertemu di Luksemburg guna mengumumkan perincian akhir tentang rencana penggelaran pasukan pemelihara perdamaian Uni Eropa di Chad timur guna melindungi warga sipil, pengungsi dan pekerja bantuan. Presiden Chad Idriss Deby terbang, Ahad, ke Biltine, kota kecil utama di wilayah perbatasan Wadi Fira di bagian timur negerinya, dan menginstruksikan gubernur setempat untuk pergi ke Guereda guna menenangkan keadaan, kata beberapa sumber pemerintah, yang meminta agar jatidiri mereka tak disebutkan. "Ada 20 orang yang tewas dan banyak kerugian materil," kata satu sumber. Pembelotan kelompok anak buah Nour, mantan anggota pemberontak Front Persatuan bagi Perubahan Demokratis (FUC), yang pernah dipimpinnya, menimbulkan kekhawatiran mengenai perpecahan baru di dalam Angkatan Bersenjata Chad, yang memang sudah terkotak-kotak, pada saat pemerintah Deby sedang berusaha menggolkan kesepakatan perdamaian dengan pemberontak lain di bagian timur negeri tersebut. Perubahan persekutuan Yang juga menimbulkan pertanyaan adalah peran Nour, anggota suku Tama dan mantan kepala pemberontak anti-Deby yang menandatangani kesepakatan perdamaian dengan Presiden dari suku Zaghawa itu pada Desember dan belakangan diangkat sebagai Menteri Pertahanan. Nour telah menyerukan ketenangan di kalangan petempur Tamanya dan terbang kembali ke ibukota Chad di bagian barat negeri tersebut, N`Djamena, Ahad, setelah menerima perawatan di luar negeri karena suatu penyakit. Ia direncanakan bertemu dengan Deby di Biltine, Senin petang. Bentrokan di bagian timur Chad tersebut terjadi menyusul terjadinya lonjakan kerusuhan mengenai perbatasan di Darfur, Sudan, tempat pemberontak, anggota milisi dan personil pemelihara perdamaian Uni Afrika telah terlibat dalam berbagai bentrokan sebelum pembicaraan perdamaian Darfur yang direncanakan diselenggarakan di Tripoli, Libya, bulan ini. Pasukan Uni Eropa untuk Chad akan digelar untuk mengimbangi kekuatan pasukan yang bahkan lebih besar Uni Afrika/PBB untuk Darfur, tempat pemberontakan lokal dan bentrokan antar-etnik sejak 2003 telah menewaskan sebanyak 200.000 orang, kata banyak ahli. Pemerintah Sudan membantah jumlah itu, dan menyatakan jumlah korban jiwa jauh lebih sedikit. Deby, yang telah memerintah Chad sejak ia memangku jabatan melalui suatu pemberontakan pada 1990, telah menyaksikan pemerintahnya terguncang oleh perpecahan dan pembelotan militer selama dua tahun terakhir. Pemerintahnya menandatangani kesepakatan perdamaian di Libya pekan lalu dengan empat kelompok pemberontak. Persetujuan tersebut menjanjikan kepada pemberontak beberapa pos pemerintah sebagai imbalan bagi gencatan senjata, tapi sebagian pemimpin pemberontak telah mengatakan perbedaan pendapat tetap terjadi mengenai perlucutan senjata, demikian laporan Reuters. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007