Kalaupun akan ada investasi dalam pembangunan infrastruktur gas alam, ini harus linear dengan transfer teknologi yang ada, sehingga maksimal pasokan LNG bisa dicapai.
Jakarta (ANTARA) - Pengamat energi dan Direktur Eksekutif Reforminer Insti­tute Komaidi Notonegoro menilai minimnya infrastruktur gas alam di Indonesia menjadi salah satu penyebab serapan gas alam cair atau LNG domestik tidak terserap secara maksimal.

“Sering terjadi adalah surplus LNG kita hanyalah angka, namun pasokan kadang kurang. Atau memang cadangan masih ada tapi untuk mengirimkan pasokan ini terkendala infrastruktur, sehingga tidak terserap,” kata Komaidi kepada ANTARA ketika dihubungi di Jakarta, Rabu.

Lebih lanjut, Komaidi menjelaskan bahwa, gas alam tersebut harus melalui proses regasifikasi lagi untuk bisa diolah menjadi LNG atau jenis gas lainnya.

Dalam proses tersebut tidak banyak daerah di Indonesia yang memiliki kilang pengolahan gas tersebut, sehingga kadang pendistribusian sering terhambat.

Menurut dia, faktor infrastruktur tersebut yang membuat cadangan kargo LNG domestik di Indonesia masih banyak tersisa, sedangkan masih banyak perusahaan yang kurang pasokan LNG, sehingga beberapa korporat memilih impor, karena harganya lebih murah daripada membangun infrastruktur penyaluran gas.

“Kalaupun akan ada investasi dalam pembangunan infrastruktur gas alam, ini harus linear dengan transfer teknologi yang ada, sehingga maksimal pasokan LNG bisa dicapai,” kata Komaidi.

Sebelumnya, Pemerintah mengakui tengah kelebihan pasokan LNG, Pemerintah saat ini sedang menjajaki untuk menawarkan 40 kargo gas alam cair (LNG) yang belum terjual kepada Amerika Serikat dan Jepang atau negara importir LNG lainnya.

"Kami masih memiliki kargo LNG yang belum terkontrak. Kalau ada delegasi sekalian yang berminat, kami tawarkan," kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM Djoko Susilo di depan delegasi Amerika Serikat dan Jepang dalam lokakarya optimalisasi LNG di Jakarta, Selasa (5/3).

Saat ini pemerintah tengah mencari pembeli LNG sebab kebutuhan dalam negeri tidak mampu menyerap produksi yang dihasilkan, sehingga berlebih.

Kelebihan pasokan di antaranya berasal dari LNG Tangguh dan LNG Bontang. Selama ini Indonesia mengekspor LNG ke lima negara yaitu Jepang, Amerika Serikat, China, Korea Selatan, dan Singapura. Langkah terdekat, Pemerintah berencana menjual kelebihan LNG ke pasar bebas (spot). Rencananya, Djoko menyebutkan, sebanyak 10 kargo LNG akan dilepas ke pasar bebas hingga Juni mendatang. Sisa dari 10 kargo LNG tersebut merupakan kelebihan produksi 2018.

Tahun ini produksi LNG dari Bontang dan Tangguh mencapai 252 kargo. Dari jumlah total capaian produksi tersebut direncanakan 185 kargo akan diekspor sesuai dengan kontrak yang sudah tersepakati, namun sisanya akan dipergunakan untuk pemenuhan dalam negeri.

Indonesia, kata Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Djoko Siswanto, masih memiliki cadangan gas alam sebesar 135,55 trilion standard cubic feet (TSCF) di seluruh Nusantara.

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2019