Jakarta (ANTARA) - Siang itu Agam Dadam dan beberapa kawannya  menata diorama mainan di Fatmawati, Jakarta Selatan, yang dikeluarkan dari beberapa kotak berisikan action figure dan properti pelengkap yang ia bawa.

Tak lama, beberapa orang bergabung. Mereka juga membawa tumpukan kotak yang berisi mainan-mainan favoritnya. Kemudian, Agam dan orang-orang tersebut mengeluarkan kamera dan ponselnya masing-masing, lalu menata pose dan mengambil gambar mainan-mainan favorit mereka.

"Ini namanya toy photography. Biasanya disingkat toygraphy. Di sini kita menggunakan mainan sebagai objek foto," jelas Agam sembari meletakkan action figure Spiderman di atas properti.

Di Indonesia, rupanya fotografi mainan sudah mulai diminati. Dari fenomena tersebut, terbentuklah sebuah komunitas fotografer mainan, yakni ToygraphyID (TGI).

Agam, sebagai founder Toygraphy Indonesia, mengungkapkan bahwa berdirinya komunitas ini diprakarsai melalui dua belas fotografer mainan yang tak sengaja bertemu melalui tagar toygraphy di Instagram. Sejak didirikannya TGI pada 2012, pengikutnya di platform tersebut hampir mencapai 17 ribu orang yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.

“Ada banyak sih dari seluruh Indonesia. Ada di Batam, Malang, Jogja, Surabaya, Medan, banyak lah pokoknya,” ujar Agam sambil tertawa ringan.

Ketika ditanya mengenai latar belakang anggota komunitasnya, Agam mengatakan bahwa terdapat dua tipe anggota, yaitu anggota dengan basis fotografer dan basis kolektor.

Senada dengan Agam, Awi (35) dan Ezra (24), anggota ToygraphyID mengungkapkan bahwa mereka berdua memiliki dasar yang berbeda sebelum bergabung ke dalam komunitas. Awi mengungkapkan bahwa dirinya mulai terjun ke dunia fotografi mainan karena selain menyukai foto sebagai hobi, ia juga memiliki ketertarikan dalam “pop culture” dan memutuskan untuk mulai mengoleksi dan mengambil gambar mainan-mainannya.

Sebaliknya, Ezra adalah seorang kolektor mainan dan media potretnya bukanlah kamera professional seperti beberapa member lainnya yang merupakan fotografer.

“Kalau saya biasanya motret pakai handphone. Tapi pas udah mulai gabung di TGI saya bisa belajar juga ngambil foto pakai kamera professional sama member-member lainnya,” tambahnya.
Seorang anggota ToygraphyID yang tengah memotret mainan Kingdom Hearts di diorama TGI. (ANTARA News/Dea N. Zhafira)


Siapapun bisa bergabung

ToygraphyID sebagai komunitas fotografi mainan pertama di Indonesia memiliki banyak anggota yang tersebar di seluruh Indonesia. ToygraphyID juga tidak membagi mainan mana saja yang layak disebut dengan toy photography, selama foto-foto tersebut cantik secara visual, dan mampu bercerita kepada orang-orang yang melihatnya. Karenanya, foto-foto di laman dan tagar ToygraphyID sangatlah beragam baik dari segi kreativitas dan fotografernya itu sendiri.

Sama seperti foto, anggota dari komunitas ini juga tidak dibatasi—mulai dari latar belakang, pekerjaan, hingga usia. Mayoritas penggiat hobi koleksi dan fotografi mainan ini adalah mahasiswa dan orang- orang berusia produktif, tak sedikit juga yang sudah berkeluarga dan membawa serta istri dan anaknya. Contohnya ketika anggota ToygraphyID berkumpul di One Bell Park Mall Fatmawati, Jakarta Selatan dalam acara ‘Sore Hore’, mereka yang memburu mainan sebagai target bidikan kameranya terlihat beragam, mulai dari ayah yang memiliki anak hingga para mahasiswa.

“Kita sangat terbuka sama orang-orang yang memiliki ketertarikan dengan toy photography. Selain buat nambah teman, kan kita di sini semuanya sama-sama belajar buat ngambil foto mainan bareng. Kalau kita ada event atau gathering pasti kita share di Instagram, kok. Siapa aja boleh datang,” imbuh Agam.

Seperti komunitas lainnya, ToygraphyID memiliki berbagai macam kegiatan untuk mempererat hubungan antar anggotanya. Mulai dari acara gathering yang diadakan setiap dua bulan sekali, hingga mengikuti event seperti Comic Con, Toys Fair, dan berpartisipasi dalam perkumpulan komunitas Kaskus seperti yang diadakan pada beberapa waktu lalu.

Puluhan anggota ToygraphyID memadati acara tersebut dan berlomba untuk memotret mainan-mainan kesayangannya. Antusiasme mereka mengingatkan kita semua bagaimana komunitas hobi bisa mengembangkan kecintaannya dan menjadi daya tarik bagi orang lain yang masih asing dengan hal yang mereka lakukan.

“Yang menyenangkan dari memotret mainan adalah bagaimana kreativitas kita bisa membuat mainan-mainan ini seakan ‘hidup’ dan bercerita,” ujar Awi sembari memotret action figure Spiderman di diorama TGI, kala itu.

Berbekal visi itulah, komunitas ini terus berkarya dan berhasil menghasilkan foto-foto menarik dan kreatif, sehingga tak jarang ToygraphyID diundang menjadi pengisi acara di beberapa seminar fotografi nasional.

Namun, menerapkan moto “membuat mainan menjadi hidup” tak semudah mengatakannya. Butuh waktu dan latihan panjang untuk mencapai hal tersebut. Teknik fotografi seperti pengambilan angle gambar, menentukan pose, dan juga proses editing dari fotografi mainan jauh berbeda dari memotret manusia dan lanskap.

“Dan hal yang paling beda dari fotografi mainan ini kita harus membuat diri kita sejajar dengan mainannya. Jadi biasanya kita taruh kamera di depan kaki si mainan ini berdiri, sehingga dia (mainan) bisa terlihat seperti life size atau berukuran sama seperti objek foto manusia,” ujar Awi.

Awi menambahkan, walaupun memotret mainan bisa dilakukan kapan saja, sebagai toygrapher juga harus siap dengan konsep pengambilan foto—seperti fotografer pada umumnya.
Seorang toygrapher memotret mainan dalam acara komunitas yang diadakan di One Bell Park Mal Fatmawati, Jakarta Selatan (16/2). (ANTARA News/Dea N. Zhafira)


Toy photography mungkin masih belum terlalu besar di Indonesia. Namun, pertumbuhan anggota dan pengikut komunitas ToygraphyID dari waktu ke waktu setidaknya menunjukkan bahwa hobi ini menarik dan dapat diterima oleh khalayak luas.

Cara penyampaian pesan melalui visual yang atraktif, didukung dengan teknik fotografi yang unik, membuat fotografi mainan menjadi salah satu opsi jenis fotografi yang akan semakin banyak peminatnya, seperti layaknya fotografi wisata, fashion, dan makanan.

Dengan kreativitas tak terbatas, mainan tak hanya berperan sebagai pajangan kamar atau teman bermain ketika kecil, namun juga dapat berkembang menjadi hobi yang asyik dan bentuk komunikasi baru di era sekarang.

VIDEO:

(Penulis: Peserta Susdape XIX/Dea N. Zhafira)

Pewarta: Peserta Susdape XIX/Dea N. Zhafira
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2019