Jakarta (ANTARA) - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memberi apresiasi Nahdlatul Ulama yang merekomendasikan umat Islam agar bijak dengan menghindari menyebut orang bukan Islam sebagai kafir tetapi sebagai sesama warga negara.

"Saya ingin garis bawahi bahwa ajakan itu adalah rekomendasi dalam konteks kehidupan kita sebagai sebuah bangsa yang heterogen sehingga sebutan-sebutan kepada yang beda keimanan, keyakinan, agama itu tidak menggunakan sebutan yang berpotensi bisa diduga sesuatu sebutan yang tidak dikehendaki oleh yang disebut itu," kata Lukman di Jakarta, Senin.

Di sela kegiatan "Halaqah Pendidikan Pendidikan Islam (HAPPI) 2019", Menag mengatakan memang sebaiknya sebagai sesama warga negara saling menghormati karena memiliki hak yang sama terlepas berlatar belakang Muslim atau non-Muslim.

Menurut Lukman, penyebutan kafir kepada non-Muslim tergolong menyakiti. Makna dari rekomendasi Musyawarah Nasional Alim Ulama NU soal menghindari penyebutan kafir itu dalam konteks Indonesia dan dunia.

Menag mengatakan keberagamaan merupakan suatu keniscayaan sehingga menghindari penyebutan istilah kafir itu untuk saling menghargai satu sama lain dan sangat penting bagi kerukunan antarumat beragama.

Selain itu, kata dia, terlepas dari apapun keimanan dan agama yang dianut, setiap warga negara mempunyai tanggung jawab yang sama untuk menjaga agar mampu mengimplementasikan nilai-nilai agama dalam kesehariannya.

Lukman mengatakan ajakan para ulama NU itu bukan untuk menghilangkan istilah kafir dalam Al Quran.

"Bagaimana mungkin manusia bisa melakukan itu. Bukan mau mengganti Surah Al Kafirun, tidak. Dalam konteks Indonesia yang majemuk ini karena sebutan kafir itu semangatnya adah segregasi memisah-misahkan," katanya.

Memang di masa Rasulullah Muhammad SAW ada penyebutan kafir tetapi terdapat konteks lini waktu. "Setelah Rasul hijrah ke Madinah tidak ada lagi istilah itu," kata dia.

Baca juga: Seputar polemik tentang kafir
Baca juga: Ulama : penghapusan kafir sesuai bahtsul masail NU

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ganet Dirgantara
Copyright © ANTARA 2019