Kotabaru (ANTARA) - Ikatan Dokter Indonesia Kabupaten Kotabaru, Kalimantan Selatan meminta pemerintah daerah meningkatkan kesejahteraan tenaga dokter.

Ketua IDI Kotabaru, Muhammad Amin, Senin mengatakan penghasilan dokter di daerah ini lebih kecil dibanding beberapa kabupaten lain di Kalimantan Selatan, padahal kondisi geografis dan akses lebih sulit.

"Di daerah tetangga yang aksesnya lebih mudah justru lebih tinggi,” katanya dalam rapat dengar pendapat dengan DPRD Kabupaten Kotabaru.

Kesenjangan penghasilan ini dituding sebagai penyebab kekurangan tenaga dokter di Kabupaten Kotabaru.

Saat ini ada delapan Puskesmas yang tidak memiliki tenaga dokter, sedangkan di RSUD Kotabaru ada kekurangan tujuh orang dokter umum.

Beberapa kali pemerintah daerah membuka lowongan dokter tenaga BLUD maupun PTT daerah, namun minim pendaftar bahkan nihil.

Selain soal kesejahteraan, juga karena beberapa isu tentang kondisi tenaga dokter di Kabupaten Kotabaru, seperti banyak yang minta berhenti dan tunjangan yang sering terlambat dibayarkan.

"Dokter PTT yang diterima pada 2017 sebagian besar berhenti sebelum menyelesaikan kontraknya. Isu yang paling besar sekarang adalah soal tunjangan kinerja,” kata Amin.

Ia mengungkapkan sejak September 2018 tunjangan kinerja dokter belum dibayarkan hingga sekarang terhitung tujuh bulan.

Tunjangan kinerja ini besarannya bervariasi sesuai tempat bertugas mulai dari Rp2 juta rupiah untuk daerah perkotaan sampai Rp3,5 juta rupiah untuk daerah sangat terpencil.

"Setelah pertemuan ini yang kami harapkan Kotabaru menjadi menarik lagi untuk tenaga dokter bekerja, kemudian dokter yang sudah memantapkan hati bekerja di sini bisa diayomi dengan baik setidaknya setelah kewajiban dilaksanakan, haknya diberikan,” tambahnya.

Dalam pertemuan ini ada delapan tuntutan yang disampaikan para dokter di Kabupaten Kotabaru untuk perbaikan kesejahteraan mereka.

Di antaranya meminta kenaikan tunjangan kinerja dokter umum PNS di puskesmas serta kenaikan gaji dan tunjangan dokter umum PTT.

Kemudian mereka juga meminta pembayaran tunjangan tepat waktu dan tidak dilakukan pemotongan jika petugas tidak hadir karena ijin atau sakit.

Hal lainnya para dokter ini juga meminta peninjauan kembali jam kerja untuk memberi kesempatan bagi dokter untuk berpraktik di luar jam kerja sesuai dengan haknya.

Sementara itu, Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Kotabaru Ernawati tak menepis adanya kesenjangan kesejahteraan tenaga dokter, namun itu terkait dengan kemampuan keuangan daerah masing-masing.

"Kami setuju sekali kalau dinaikkan, tapi kembali pada kemampuan keuangan daerah, karena tidak hanya dokter tapi kita juga harus pikirkan tenaga kesehatan lainnya, pasti mereka akan menuntut yang sama,” ujarnya.

Soal keterlambatan pembayaran tunjangan kinerja, ia menjelaskan sistemnya secara kolektif setelah seluruh puskesmas menyerahkan rekapitulasi absensi. Jika dari 28 puskesmas ada yang terlambat menyerahkan, maka Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah tidak akan memproses pencairan.

Namun, untuk keterlambatan pembayaran tunjangan bulan September sampai Desember 2018, diakuinya memang ada kendala anggaran.

“Sudah kami proses ke BPKAD tapi ada keterbatasan anggaran. Tapi ini sudah keluar untuk dokter PTT, tinggal dokter PNS yang belum,” kata Erna.

Di lain pihak, Ketua DPRD Kabupaten Kotabaru Alfisah mendesak pihak eksekutif segera mengambil langkah-langkah atas beberapa poin tuntutan yang disampaikan tenaga dokter.

“Seperti tunjangan yang sudah lewat tahun, agar dibicarakan dan segera dan dibayarkan,” tegasnya.

Pihaknya juga meminta Tim Anggaran Pemerintah Daerah melakukan rapat terhadap tuntutan yang diharapkan dalam rapat dengar pendapat ini dan membawanya ke Badan Anggaran DPRD untuk dibahas bersama-sama.

“Perlu ada pengajian, jangan sampai hal-hal yang wajib terlambat, apalagi menyangkut gaji, honor, dan tunjangan,” katanya.*


Baca juga: IDI terjunkan 100 tenaga medis tangani korban tsunami

Baca juga: IDI harap hakim tangguhkan penahanan dokter terdakwa korupsi


 

Pewarta: Imam Hanafi
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019