Jakarta (ANTARA News) - Departemen Pertahanan (Dephan) hingga kini enggan menyebutkan sejumlah rekanan pengadaan barang dan jasa militer nakal, meski telah berulang kali melakukan pendataan dan teguran terhadap mereka. "Kita akan membuka pintu observasi terhadap perilaku bisnis rekanan nakal, dengan melibatkan pengamat atau pihak lain disertai data lengkap, karena Dephan tidak akan menindaklanjuti tanpa data yang tidak valid. Bagaimana pun, kami tidak ingin menimbulkan citra buruk di luar, karena mereka adalah rekanan Dephan juga," kata Sekjen Dephan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin di Jakarta, Selasa. Ia menambahkan, ada kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah rekanan itu nakal atau tidak, seperti ketetapan waktu dalam memenuhi kontrak dan kemampuan untuk memenuhi spesifikasi teknik yang dibutuhkan TNI. "Jika, beberapa kriteria tidak dapat dipenuhi maka rekanan bersangkutan akan mendapat perhatian khusus, atau bahkan sanksi baik administrasi maupun hukum jika memang terbukti tidak benar dalam menjalankan proses pengadaan," kata Sjafrie. Ia menekankan, dalam pengadaan Dephan tidak lagi berhubungan dengan agen lokal selain langsung ke produsen, Mabes TNI dan Mabes angkatan sebagai pengguna. "Jadi, kita tidak berurusan dengan agen lokal. Dalam negosiasi harga, agen lokal juga tidak dilibatkan. Sehingga, dalam pengadaan barang dan jasa militer benar-benar bersih dari pihak-pihak yang tidak berkompeten secara langsung," tutur Sjafrie. Tentang kemungkinan rekanan nakal `bermain` di departemen lain, ia mengatakan, departemen lain boleh meminta konfirmasi kepada Dephan. "Dephan akan mengumumkan rekanan nakal dimaksud jika yang bersangkutan sudah terlibat dalam tindak pidana hukum," ujarnya. Sjafrie menekankan, penertiban pengadaan barang dan jasa militer tidak saja dilakukan terhadap rekanan, tetapi secara internal di lingkungan Dephan, Mabes TNI dan Mabes angkatan termasuk para pejabat yang terkait dengan pengadaan. "Penertiban dan pengetatan pengawasan itu dilakukan mulai dari pejabat yang paling rendah hingga eselon satu. Sekjen saja tidak boleh memutuskan. Yang memutuskan tetap Menhan. Sekjen hanya boleh mengambil kesimpulan dalam pembahasan bersama," tuturnya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007