Brisbane (ANTARA News) - Aparat kepolisian wilayah Footscray, Melbourne, melangkah lebih maju dalam investigasinya terhadap kasus perampokan terhadap mahasiswa Indonesia, Andi Syafrani (28), dengan meminta korban memberi keterangan resmi tentang peristiwa perampokan terhadap dirinya Senin dini hari (29/10) itu. "Hari ini dua orang detektif dari kantor polisi Footscray datang ke rumah saya. Keduanya masing-masing Carolyn Tabone dan Nick Ashby kembali mengumpulkan data yang diperlukan untuk penyidikan mereka. Besok pagi (Kamis) saya ikut mereka ke kantor polisi Footscray untuk memberi `statement` (keterangan-red.)," kata Andi. Kepada ANTARA yang menghubunginya dari Brisbane, Rabu malam, pengurus pusat Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) yang juga ketua ranting PPIA di Universitas Victoria itu mengatakan, staf KJRI Melbourne, Albert, akan menemani dirinya selama memberikan keterangan di kantor polisi tersebut. "Saya akan ditemani staf konsulat bidang konsuler, Pak Albert, di kantor polisi besok," kata alumnus Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang juga anggota syuriah PCI Nahdlatul Ulama (NU) Australia dan Selandia Baru itu. Mengenai kondisi kesehatannya setelah bagian bawah matanya dioperasi tim dokter Rumah Sakit Sunshine Melbourne Selasa malam (30/10), Andi mengatakan, kondisi kesehatannya semakin membaik sembari menunggu proses pemulihan pasca operasi. Namun berobat jalan di rumah sakit yang sama masih harus dilakukan. "Terkait dengan kuliah, alhamdulillah, dari dua tugas kuliah (assignments) yang jatuh tempo dalam waktu dekat ini, seorang dosen sudah mengizinkan saya untuk mendapat perpanjangan waktu penyerahan. Tapi saya masih menunggu jawaban dari dosen yang lain," katanya. Andi mengatakan, musibah yang menimpa dirinya itu adalah "kriminal murni" dan ia meminta berbagai pihak di Tanah Air untuk mempolitisir kasus perampokan yang menimpa dirinya itu dengan pernyataan-pernyataan yang tidak proporsional. "Saya minta kasus ini direspons publik secara proporsional, dan tidak ada isu politis di dalam masalah ini. Ini kriminal murni," kata aktivis NU yang mengaku sering ikut mengisi pengajian di lingkungan masyarakat Indonesia di wilayah Footscray, Melbourne, ini. Sehari sebelumnya, Konsul Jenderal RI di Melbourne, Budiarman Bahar, mengatakan, pihaknya akan terus memantau perkembangan investigasi aparat kepolisian Victoria atas kasus perampokan disertai kekerasan fisik yang menimpa Andi Syafrani itu. "Kita akan terus mengawal proses penyelesaian kasus ini. Dan `contact persons` kita di kepolisian Victoria yang pada awalnya berdalih bahwa mereka dibatasi oleh `Privacy Act` (UU Privasi) untuk tidak menginformasikan perkembangan penyidikan akhirnya mau mengerti," katanya. Budiarman mengatakan, pihaknya pun telah menawarkan staf pendamping bagi Andi ketika dia dimintai keterangan lebih rinci tentang peristiwa perampokan yang menimpanya di halaman parkir Stasiun KRL Footscray Senin dini hari itu. "Kita sudah menawarkan staf pendamping kepada Andi supaya kita bisa memberikan bantuan segera terkait dengan hak-haknya dalam pemeriksaan kepolisian setelah ia sembuh benar," katanya. Ia mengatakan, polisi Australia yang berpos di wilayah Footscray pun sudah berjanji untuk segera dapat menangkap tiga orang perampok mahasiswa Indonesia itu. "Janji itu disampaikan polisi Victoria yang berpos di wilayah Footscray dalam pertemuan dengan staf KJRI Melbourne tadi," katanya. Perampokan dengan kekerasan yang dilakukan dua pemuda dan seorang pemudi Australia kulit putih di Footscray, daerah yang dikenal sebagai "Bronx" (daerah rawan kejahatan)-nya Melbourne karena menjadi tempat transaksi narkoba, itu terjadi sekitar pukul 01.00 dini hari saat hendak masuk ke mobilnya yang diparkir di halaman stasiun sepulang dari bekerja. Andi mengatakan, ia hanya bekerja pada dua kali "weekend" (akhir pekan) dan masuk pada "shift" malam untuk mengganti temannya yang sedang sibuk menyiapkan diri untuk menghadapi ujian di kampus. Di seluruh Australia, Atase Pendidikan dan Kebudayaan RI di KBRI Canberra mencatat jumlah mahasiswa Indonesia mencapai 16.800 orang. Mereka menuntut ilmu di berbagai universitas di kota-kota penting Australia, seperti Sydney, Melbourne, Brisbane, Canberra, Perth, Adelaide, dan Darwin.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007