Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah mengajak pengusaha untuk mengantisipasi tuduhan dumping kertas semen oleh Korea Selatan (Korsel). "Kalau datang kuesionernya, pengusaha harus merespon baik yang ekspor mau pun tidak. Yang tidak ekspor pernyataan bahwa tidak ekspor agar tidak dikenakan bea masuk anti dumping (BMAD)," kata Direktur Pengamanan Perdagangan, Ditjen Kerjasama Perdagangan Internasional, Martua Sihombing, di Jakarta, Rabu. Dengan menjawab kuesioner dari otoritas dumping Korea (KTC), maka pengusaha akan terhindar dari tuduhan tidak kooperatif yang berakibat pengenaan BMAD tinggi. Dalam pertemuan dengan produsen kertas, Martua mengingatkan petisi resmi dari Korea kemungkinan keluar dalam pekan ini. "Petisi resminya belum keluar dari KTC, mereka masih melakukan kajian atas perhitungan kerugian yang dilakukan industri dalam negerinya," ujar Martua. Meski demikian, lanjut dia, pemerintah telah mulai melakukan pengumpulan data untuk mengantisipasi jika tuduhan tersebut resmi keluar. "Atase perdagangan kita di Korea juga sedang mengumpulkan data-data dari importir, termasuk menghitung pangsa pasar kertas semen Indonesia di Korea," tambahnya. Selama ini, pemasok kertas semen ke Korea hanya dua negara yaitu Cina dan Indonesia. Dari 15 produsen kertas di Indonesia hanya 6 yang memproduksi kertas semen dan tiga perusahaan saja yang melakukan ekspor. Martua mengingatkan pengusaha untuk tidak hanya melakukan ekspor dengan harga FOB (Free On Board/di pelabuhan muat). "Pengusaha harus tahu harga jual di sana (di negara tujuan) juga, siapa tahu penjual di sana yang banting harga," katanya. Sebelumnya, Korea menuduh Indonesia melakukan dumping kertas terhadap 16 jenis produk yang diekspor ke negara ginseng itu. Produk kertas yang dikenakan BMAD sebesar 2,8 persen - 8,22 persen itu antara lain jenis kertas berlapis (glossy paper) dan tidak berlapis yang digunakan untuk menulis, mencetak, dan tujuan grafis lainnya serta kertas karbon. Namun Korea dinyatakan telah melakukan kesalahan prosedur dalam membuktikan tuduhannya dan diminta untuk mencabut pengenaan BMAD yang telah berlangsung selama 4 tahun. Hingga kini, Korea belum mencabut pengenaan BMAD tersebut dan Indonesia berhak melakukan retaliasi (tindakan balasan) jika hal itu terus berlangsung. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007