Bandung (ANTARA) - "Walaupun hingga saat ini belum ada partai politik atau caleg yang datang ke kami (ke Panti Sosial Bina Netra/PSBN Wyata Guna Bandung) untuk menyosialisasikan visi misinya, kami tetap akan memilih, kami tidak akan golput," ujar Suhendar.

Kekurangan fasilitas dan fisik tak mengalahkan semangat Suhendar untuk bertekad ikut serta dalam pesta demokrasi lima tahunan di negara ini yang akan digelar pada 17 April 2019.

Suhendar adalah Ketua Ikatan Alumni Wiyata Guna Suhendar yang merupakan penderita gangguan penglihatan yang lemah.

Suhendar yang ditemui di PSBN Wyata Guna Jalan Padjadjaran Kota Bandung, mengakui bahwa untuk menentukan pilihan pemimpin negeri ini selama lima tahun ke depan di dalam bilik suara pemilihan umum (pemilu) baginya dan para pemilih disabilitas lainnya bukan lah hal yang mudah.

"Tadi akang bercerita sebelum mewawacarai saya, kalau orang tua akang saja yang dianugerahi pancaindra lengkap mengaku bakal kesulitan pas nyoblos nanti, apalagi kami (pemilih tunanetra)," kata Hendar, panggilan akrab Suhendar.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan pemilih tunanetra bisa meminta bantuan kepada keluarga atau kelompok panitia pemungutan suara (KPPS) untuk mencoblos pilihannya di bilik suara.

Sebab, template Braille hanya tersedia pada surat suara pemilihan presiden dan wakil presiden serta DPD.

Baca juga: Pesta demokrasi yang sama bagi mereka dengan gangguan jiwa

Dia mengatakan salah satu kendala yang harus dihadapi oleh pemilih disabilitas, khususnya pemilih tunanetra ialah terkait template braile.

Untuk fasilitas template surat suara calon anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD kabupaten/kota tidak disediakan oleh KPU.

"Kata KPU sih, alasan tidak adanya tamplate untuk surat suara DPR RI, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota bagi kami itu terkait masalah teknis, yakni sulit untuk pembuatan," kata Kepala Divisi Sosialisasi dan Humas KPU Jawa Barat Idham Kholik.

Dia menilai permasalahan teknis tersebut lebih kepada hal yang bisa mengalahkan hak asasi warga negara seorang penderita disabilitas.

Meskipun demikian, kondisi itu tidak menyurutkan semangat Hendar yang juga Humas di PSBN Wyata Guna Bandung untuk mencari tahu informasi parpol dan partai politik yang berlaga di pemilu tahun ini.

Diakuinya, pesatnya perkembangan teknologi komunikasi saat ini sangat membantu para pemilih tunanetra untuk mencari informasi seputar Pemilu 2019, lewat telepon genggam yang dimiliknya.

Hendar mengatakan salah satu aplikasi yang biasa digunakan oleh tunanetra untuk mencari informasi adalah Talkback.

"Kita tinggal fokuskan saja jari kita di handaphone, terus pasang pendengaran apa perintah talkback, hampir sama kok, seperti akang ketika akan browsing di HP akang," kata dia.

Semangat Hendar agar hak politik para pemilih tunanetra bisa diakomodir oleh negara ditunjukkan pada tahun 2014 dirinya yang tergabung dalam Komunitas Tunanetra menggugat UU Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu ke MK.

Dia menjelaskan alasan dirinya mengajukan judicial review karena ingin adanya kesamaan hak dan kewajiban sebagai warga negara Indonesia.

"Waktu itu kami menggugat UU Pemilu ke MK tahun 2014 sehingga direalisaikan ada template braile untuk surat suara bagi pemilih tunantera," kata dia.

Hendar menegaskan dirinya akan tetap mengajak para pemilih disabilitas yang ada di Kota Bandung untuk menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2019 meskipun dihadapkan dengan sejumlah masalah atau kekurangan.

Semangat dan optimisme Hendar dalam Pemilu 2019 karena didasarkan oleh sejumlah hal, di antaranya harapan yang ia labuhkan dalam hati kepada para pemimpin negara yang berlaga di pesta demokrasi lima tahunan ini.

"Bahwa hari ini kita mendengar, golput itu haram, ya kita hormat terhadap ulama, tapi jangan sampai juga kita sesat saat memilih calon anggota dewan karena kita tidak tahu visi misi mereka," kata dia.

Selain itu, lanjut Hendar, dirinya juga ingin mengubah stigma yang ada di masyarakat saat ini bahwa para tunanetra sering kali dijadikan sebagai objek sosial.

"Itu (tunanetra sebagai objek sosial) yang ingin saya ubah melalui keikutsertaan saya dalam Pemilu ini. Kami punya harapan, mudah-mudahan kepala negara dan wakil rakyat kita yang terpilih bisa mengakomodir segala hal tentang kami," kata dia.

Sementara itu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Jawa Barat menyatakan jumlah pemilih disabilitas di wilayah Jawa Barat pada Pemilu 2019 mencapai 48.836 orang.

"Total jumlah pemilih berkebutuhan khusus atau disabilitas yang ada di Jabar ialah 48.836 orang," kata Menurut Kepala Divisi Sosialisasi dan Humas KPU Jawa Barat Idham Holik.

Ke-48.836 orang pemilih disabilitas tersebut, kata Idham, sekitar 13.471 orang ialah pemilih dari tunadaksa, 5.487 orang pemilih tunagrahita, 8.978 orang tunarungu, 9.126 orang tunanetra dan 48.836 orang pemilih disabilitas lainnya

Menurut dia, KPU Jawa Barat hingga saat ini sudah melakukan beberapa kali sosialiasi terkait Pemilu 2019 bersama organisasi disabilitas yang ada di wilayah Jawa Barat, seperti Alinasi Perempuan dan Lansia Disabilitas dan Persatuan Disabilitas Indonesia.

"Kami sudah melakukan sosialiasi beberapa kali bersama mereka sebagai bentuk komitmen kami terhadap pemilih akses. Dan Insya Allah kami akan memperhatikan betul-betul pemilih akses (disabilitas)," kata Idham.

KPU Jawa Barat, lanjut dia, telah menginstruksikan kepada KPU tingkat kabupaten/kota agar saat merekrut petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) memperhatikan hak-hak pemilih disabilitas.

"Jadi ada penekanan dari kami bahwa tentang pentingnya pemilu akses, agar melayani pemilih sebaik-sebaiknya, khususnya kepada pemilih disabilitas," kata dia.

Selain itu, kata Idham, berdasarkan hasil rapat dengan peserta Pemilu 2019, KPU Jawa Barat juga selalu menekankan pentingnya kampanye inklusif atau kampanye yang memerhatikan pemilih berkebutuhan khusus.

"Saya sampaikan kepada peserta pemilu agar coba menawarkan program-program terkait penyandang disabilitas," kata dia.

"Kami memiliki komitmen moral untuk mengingatkan bahwa pemilu ini tidak sekadar lomba meraih suara terbanyak, tapi kita harus memperhatikan pemilih yang harus diperjuangkan lewat kebijakan publiknya, termasuk teman-teman kita yang disabilitas," kata dia. 

Baca juga: Geliat demokrasi di perbatasan Sarawak

Editor: Masuki M. Astro
Copyright © ANTARA 2019