Makassar (ANTARA News) - Sekira 33 persen pemilih Sulawesi Selatan pada Pilkada yang digelar Senin tidak menggunakan hak pilihnya alias "golongan putih" (golput). Berdasarkan hasil pemantauan yang dilakukan Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) pada 12 kabupaten/kota di Sulsel seperti Kota Makassar, Parepare, Kabupaten Pinrang, Barru, Pangkep, Soppeng, Tator, Bone, Wajo, Gowa, Takalar dan Kabupaten Bulukumba, dari 5.307.131 pemilih Pilkada Sulsel yang tercatat, sebanyak 33 persen tidak menggunakan hak pilihnya. Pada umumnya, kata koordinator JPPR, Jeiry Sumampouw kepada pers di Makassar, Senin, pemilih yang Golput ini berasal dari perkotaan. "Kemungkinan itu disebabkan karena tingkat kesibukan mereka beraktifitas sangat tinggi dan mayoritas pemilih di kota lebih rasional," jelas Jeiry. Hal ini berbeda dengan tingkat partisipasi masyarakat di pedesaan, dimana antusiasme mereka dalam memilih pemimpinnya masih lebih tinggi. JPPR juga membeberkan situasi keamanan pelaksanaan pemungutan suara di wilayah yang dipantau dimana menunjukkan bahwa tingkat intimidasi terhadap pemilih sangat kecil yakni hanya sekitar empat persen. Sementara itu, absennya petugas keamanan hanya 11 persen sedangkan kehadiran Satgas Parpol menunjukkan 30 persen dan tingkat keributan horizontal di TPS nol persen. Terkait dengan kesiapan logistik di TPS, JPPR menemukan bahwa kekurangan surat suara hanya satu persen, Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang tak terpasang di papan pengumuman pada TPS menunjukkan angka yang tinggi yakni 54 persen sedangkan segel kotak suara yang terbuka sebanyak lima persen dan ketersediaan lembar penghitungan suara sebanyak lima persen. Kendati demikian, kata Jeiry, JPPR secara umum menilai bahwa pelaksanaan Pilkada Sulsel berjalan dengan baik meski ada beberapa persoalan krusial yang terjadi seperti banyaknya pemilih yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007