Samarinda (ANTARA) - Provinsi Kalimantan Timur menegaskan kesiapannya untuk menerapkan Program Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan (REDD+) berbayar dari Bank Dunia.

Kesiapan Kaltim ini disampaikan Penjabat (Pj) Sekretaris Provinsi (Sekprov) Kaltim, Meiliana saat membuka acara lokakarya bertajuk "Mencari terobosan kebijakan untuk mendorong keterlibatan peran swasta dalam pembangunan rendah karbon di Kaltim" di Samarinda, Kamis.

Pada program  REDD+ yang didukung FCPF (Forest Carbon Partnership Facility) tersebut  Kaltim ditetapkan sebagai lokasi pelaksanaan REDD plus berbayar di Indonesia oleh World Bank.

Dengan menerapkan program tersebut  negara donatur akan memberikan dana kepada Pemprov Kaltim apabila terbukti berhasil menurunkan emisi karbon dari deforestasi yang telah dilakukan. Program REDD+ berbayar ini diterapkan hingga 2024 mendatang.

Lokakarya ini digelar oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Kebijakan dan Perubahan Iklim (P3SEKPI) selaku Implementing Agency persiapan Implementasi Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD+) di Kaltim bekerja sama dengan Dewan Daerah Perubahan Iklim.

Meiliana mengajak semua pihak di Kaltim untuk mendukung implementasi REDD+ FCPF tahun 2020-2024 yang sejalan dengan program pembangunan hijau Kaltim (Kaltim Green). 

"Kaltim mendeklarasikan Kaltim Green pada 7 Januari 2010 sebagai dasar pembangunan hijau dengan strategi transformasi ekonomi hijau dan pembangunan rendah emisi," kata Meiliana.  

Ia mengatakan Pemprov Kaltim telah membentuk Dewan Daerah Perubahan Iklim berdasarkan Pergub Kaltim No. 2/2011, Pergub Kaltim No.9/2017 dan SK Gubernur Kaltim 500/K.125/2017.

Menurut Meiliana, sebenarnya sudah ada upaya Kaltim mengintegrasikan program penurunan emisi ke dalam RPJMD Provinsi Kaltim yang tengah dibahas bersama DPRD setempat.

"Di dalam RPJMD termuat dokumen perencanaan strategis lainnya seperti Strategi Pembangunan Rendah Karbon (Low Carbon Growth Strategies), Strategi dan Rencana Aksi Provinsi (SRAP) REDD+, Rencana Aksi Daerah Gas Rumah Kaca (RAD GRK), Master Plan Ekonomi Hijau, dan Master Plan Perubahan Iklim," jelasnya. 



 Baca juga: REDD Plus jalankan gerakan desa hijau
Baca juga: REDD+ jadi perhatian negosiasi COP 21

 

Pewarta: Arumanto
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019