Jakarta (ANTARA News) - Kasal Laksamana TNI Slamet Soebijanto mengemukakan industri pertahanan nasional harus lebih berani `mencuri` atau mengadopsi teknologi pertahanan negara maju, agar mampu menciptakan teknologi pertahanan nasional yang setara dengan negara lain. "Teknologi pertahanan yang kita miliki, terutama untuk TNI AL, masih jauh tertinggal dengan negara lain," katanya, seusai memberikan pengarahan kepada seminar Perwira Siswa (Pasis) Pendidikan Reguler (Dikreg) Sekolah Staf dan Komando Angkatan Laut (Seskoal) Angkatan 45 di Jakarta, Selasa. Slamet mengatakan negara-negara maju pun seperti Amerika Serikat (AS), Jepang, dan China `kerap` melakukan `pencurian` teknologi untuk mengembangkan industrinya, termasuk dalam pengembangan industri pertahanan. Untuk mengembangkan industri pertahanan yang mandiri dan memenuhi standar yang dibutuhkan TNI perlu komitmen dari semua kalangan tidak saja pemerintah juga tetapi juga kalangan industri, ujar Kasal. Industri, lanjut Slamet, harus mampu pula mengembangkan teknologi yang dibutuhkan TNI dengan cara meningkatkan riset dan penelitian. Akan tetapi, masalahnya adalah riset dan penelitian memakan waktu lama sehingga perlu cara lain yakni `trial and error`. "Kalau ambil (teknologi), coba, gagal lagi, coba lagi, gagal lagi. Begitu terus, karena itu termasuk yang dimiliki TNI AL terus berkembang jadi harus kita ikuti dan kembangkan terus. Jadi, industri kita harus berani," tuturnya. Selain berani mengadopsi teknologi mancanegara yang lebih maju, kalangan industri pertahanan nasional juga harus mampu memahami potensi ancaman yang dihadapi bangsa dan negara Indonesia. "Jadi, apa yang dikembangkan disesuaikan kebutuhan TNI dalam menghadapi potensi ancaman yang tengah berkembang," ujar Kasal menambahkan. Kemampuan teknologi industri strategi nasional dalam memenuhi kebutuhan alutsista TNI AL masih terbatas pada rancang bangun kapal-kapal patroli, pesawat udara ringan yang mendapatkan lisensi dari pabrikan luar negeri, seperti helikopter B0-105 dan Cassa NC 212. Sedangkan teknologi di bidang pendorongan/permesinan, navigasi, komunikasi, instrumentasi dan `sewaco` masih tergantung dari produksi luar negeri. "Sehingga hal ini dapat menghambat tercapainya kemandirian dalam memenuhi kebutuhan alutsista TNI AL," ujarnya. Untuk mengatasi itu, tambah Kasal, pihaknya untuk sementara melakukan "reserve engineering" sejumlah alutsistanya seperti ranjau dan alat sensor. "Kita sudah menyusun program dalam kegiatan ini `reserve engineering`, seperti untuk ranjau dan sensor. Ke depan kita mulai dengan peluru kendali," ujar Kasal. (*)

Copyright © ANTARA 2007