Yangon (ANTARA News) - Pemerintah junta militer Myanmar menolak usulan PBB untuk mengadakan pembicaraan segitiga yang melibatkan tahanan pimpinan demokrasi Aung San Suu Kyi setelah pihaknya menumpas dengan kekerasan terhadap protes-protes massa, kata media negara Rabu. Jenderal-jenderal juga menolak apa yang mereka sebut campurtangan asing atau campurtangan PBB di dalam urusan dalam negeri mereka, kata Menteri Penerangan Brigjen Kyaw Hsan kepada tamunya, utusan khusus PBB Ibrahim Gambari dalam pembicaraan. Sikap mereka memukul misi Gambari yang bermaksud mendesak Myanmar melakukan reformasi demokrasi setelah tindakan represif berdarah September terhadap aksi-aksi protes yang dipimpin para biksu Budha, yang menyebabkan sedikitnya 13 orang tewas dan ribuan lainnya ditahan. Gambari mengusulkan pertemuan antara dirinya, Aung San Suu Kyi dan menteri perburuhan Aung Kyi, yang ditunjuk junta bulan lalu sebagai penghubung Suu Kyi. Namun Kyaw Hsan mengatakan `pertemuan tripartit pada saat ini tidak akan mungkin dilakukan,` menurut suratkabar Sinar Baru Myanmar. Misi Gambari - dalam kunjungannya yang kedua ke negara ini sejak aksi penumpasan yang lalu - tampaknya memunculkan ketidakmungkinan membawa hasil berkait dengan tuduhan junta bahwa PBB tunduk kepada tekanan AS untuk mengenakan sanksi-sanksi Dewan Keamanan. Kyaw Hsan juga mengatakan, sanksi-sanksi itu takkan membantu dan menolak tegas bahwa junta tidak akan terpengaruh oleh desakan pihak luar untuk melakukan reformasi-reformasi demokratik. Dia mengatakan kepada Gambari, bahwa tekanan-tekanan dan sanksi-sanksi tak akan membantu proses demokratisasi Myanmar, baik itu desakan-desakan dan sanksi-sanksi baru dari AS maupun Uni Eropa. "Kalau anda ingin menyaksikan demokrasi berjalan baik di Myanmar, maka anda harus berusaha mendekati negara-negara lain agar bersedia bekerjasama dengan kami dalam membantu tugas-tugas kami," kata Kyaw Hsan. "Di sini, apa yang kami ingin katakan adalah bahwa kami akan menyambut koordinasi dan kerjasama positif untuk kemajuan Myanmar, tapi kami tidak akan menerima suatu campurtangan yang mungkin bisa membahayakan kedaulatan kami," kata suratkabar itu mengutip pernyataannya kepada AFP.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007