Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla mengatakan ia tidak akan melakukan "harakiri politik". Harakiri adalah, tindakan mengakhiri hidup dengan cara menusukkan belati atau samurai ke perut atau jantung yang dilakukan orang yang merasa kehilangan kehormatan atau karir. Ini sering dilakukan di Jepang. "Saya tidak akan harakiri," kata Jusuf Kalla seusai acara peluncuran buku Harakiri Politik Tokoh Nasional dan Elit Golkar dengan penulis Burhanuddin Napitupulu di Jakarta, Jumat malam. Kalla mengatakan, agar tidak melakukan harakiri maka ia tidak akan memutuskan sekarang (bersama-sama dengan Susilo Bambang Yudhoyono) untuk maju pada pemilu 2009). "Kalau diputuskan sekarang, sekarang salah, nanti bisa-bisa Burhanuddin dibilang harakiri JK," kata Kalla yang disambut tawa para hadirin. Kalla mengatakan, untuk mengambil keputusan diperlukan kalkulasi atau perhitungan dengan baik dan tidak dengan emosional. Dalam kesempatan sama, Wakil Ketua Umum Golkar Agung Laksono mengatakan ia yakin Jusuf Kalla tidak akan melakukan harakiri. "Saya percaya JK dengan segudang pengalaman banyak mempelajari dan punya kalkulasi. Saya yakin dia tidak akan melakukan harakiri," katanya. Menurut Agung, jika di partai Golkar harakiri merupakan tradisi, maka hal itu dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan. "Perbaikan itu, dengan perhitungan atas dasar kemungkinan yang bisa diraih dan tidak bisa diraih. Saya tahu, beliau (Jusuf Kalla) mempunyai rumusnya sendiri," kata Agung. Oleh karena itu, Jusuf Kalla telah mengatakan, jauh-jauh hari tidak akan mengambil keputusan sekarang. "Mungkin, nanti setelah pemilu legislatif," demikian Agung Laksono. Sementara itu, dalam bukunya, Burhanuddin mengatakan, partai Golkar juga tidak lepas dari harakiri politik misalnya mengambil langkah keliru dalam politik yang berakibat fatal terhadap dirinya atau juga partai. Pada era Soeharto, setiap elit Golkar yang berani menantang Soeharto bisa dikategorikan melakukan harakiri politik, contoh kasus yang terjadi pada LB.Moerdani. Karirnya langsung anjlok ketika ia berani menunjukkan tanda-tanda menentang keputusan Soeharto yang mengangkat Sudharmono sebagai Wakil Presiden periode 1988-1993. Dalam acara peluncuran buku itu, hadir pada elit politik Partai Golkar dan Menteri Kabinet Indonesia Bersatu, seperti Bachtiar Chamsyah, Andi Matalatta, Fahmi Idris, Jero Wacik. Hadir pula Jimly Asshiddiqie dan Gubernur Lemhanas Muladi.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007