Denpasar (ANTARA News) - Umat Hindu di Bali, merayakan Hari Raya Suci Saraswati yang diperingati setiap 210 hari tahun saka, Sabtu (10/11). Rektor Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar, Drs I Gede Rudia Adiputra M.Ag di Denpasar, Sabtu, mengatakan, perayaan Hari Saraswati tersebut dilakukan di pura, baik di rumah, sekolah maupun kantor-kantor pemerintah dan swasta. Dewi Saraswati diyakini sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa dalam fungsi-Nya sebagai dewi ilmu pengetahuan. "Di India umat Hindu mewujudkan Dewi Saraswati sebagai dewi yang amat cantik bertangan empat yang memegang wina (alat musik), kropak (pustaka), ganitri (japa mala) dan bunga teratai," katanya. Dewi Saraswati dilukiskan berada di atas angsa dan di sebelahnya ada burung merak. Oleh umat di India ia dipuja dalam wujud Murti Puja, sedangkan Umat Hindu di Indonesia memuja Dewi Saraswati dalam wujud rerahinan (hari raya suci). Mantan pengurus Perhimpunan Pemuda Hindu Indonesia (Peradah) Bali itu mengemukakan, pada hari yang suci itu, semua pustaka terutama Weda dan sastra-sastra agama dikumpulkan sebagai lambang pemujaan Dewi Saraswati. Di tempat pustaka yang telah ditata rapi dihaturkan upacara "banten" (sesajen) Saraswati dan upacara ini dilangsungkan pagi hari dan tidak boleh lewat tengah hari. Menurut "lontar Sundarigama" tentang Brata Saraswati, pemujaan terhadap Dewi Saraswati harus dilakukan pada pagi hari atau tengah hari. Dari pagi sampai tengah hari tidak diperkenankan membaca dan menulis terutama yang menyangkut ajaran Weda dan sastranya. "Bagi yang melaksanakan Brata Saraswati dengan penuh, tidak membaca dan menulis itu dilakukan selama 24 jam penuh. Sedangkan bagi yang melaksanakan dengan biasa, setelah tengah hari dapat membaca dan menulis. Bahkan di malam hari dianjurkan melakukan malam sastra dan sambang samadhi," ucap Rudia Adiputra. Upacara dan upakara dalam agama Hindu pada hakikatnya mengandung makna filosofis sebagai penjabaran dari ajaran agama Hindu. Secara etimologi, kata Saraswati berasal dari Bahasa Sansekerta yakni dari kata Saras yang berarti "sesuatu yang mengalir" (ucapan), Wati artinya "memiliki". Jadi kata Saraswati secara etimologis berarti sesuatu yang mengalir atau makna dari ucapan. Ilmu pengetahuan itu sifatnya mengalir terus-menerus tiada henti-hentinya ibarat sumur yang airnya tiada pernah habis meskipun tiap hari ditimba untuk memberikan hidup pada umat manusia. "Ilmu pengetahuan itulah yang akan menjadi dasar orang untuk menjadi manusia yang bijaksana. Kebijaksanaan merupakan dasar untuk mendapatkan kebahagiaan atau ananda," ujarnya. Gambar atau patung Dewi Saraswati yang dikenal di Indonesia berasal dari India. Dewi Saraswati ada digambarkan berdiri di atas angsa dan bunga padma, dan sampingnya ada angsa dan burung merak. Dewi yang cantik dan berwibawa menggambarkan bahwa ilmu pengetahuan itu adalah sesuatu yang amat menarik dan mengagumkan. Kecantikan Dewi Saraswati bukanlah kemolekan yang dapat merangsang munculnya nafsu birahi. Daun lontar yang dibawa Dewi Saraswati merupakan lambang ilmu pengetahuan. Sedangkan genitri adalah lambang bahwa ilmu pengetahuan itu tiada habis-habisnya. Genitri juga lambang atau alat untuk melakukan japa, Berjapa yaitu aktivitas spiritual untuk menyebut nama Tuhan berulang-ulang. Ini pula berarti, menuntut ilmu pengetahuan merupakan upaya manusia untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Wina yaitu sejenis alat musik rebab yang suaranya amat merdu dan melankolis. Ini melambangkan bahwa ilmu pengetahuan itu mengandung keindahan atau estetika yang amat tinggi. Bunga padma adalah lambang "Bhuana Agung" (alam semesta) stana Tuhan Yang Maha Esa. Ini berarti ilmu pengetahuan yang suci itu memiliki Bhuana Alit dan Bhuana Agung. Teratai juga merupakan lambang kesucian sebagai hakikat ilmu pengetahuan. Angsa adalah jenis binatang unggas yang memiliki sifat-sifat yang baik yaitu tidak suka berkelahi dan suka hidup harmonis. Angsa juga memiliki kemampuan memilih makanan. Meskipun makanan itu bercampur dengan air kotor tetapi yang masuk ke perutnya hanya makanan yang baik saja. Burung merak sebagai lambang kewibawaan, orang yang mampu menguasai ilmu pengetahuan adalah orang yang akan mendapatkan kewibawaan. Sehubungan dengan ini, Swami Sakuntala Jagatnatha dalam buku "Introduction of Hinduisme" menjelaskan, bahwa ilmu yang dapat dimiliki oleh seseorang akan menyebabkan orang-orang itu menjadi egois atau sombong. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007