Jakarta (ANTARA News) - Komisi VII DPR meminta kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) menaikkan produksi minyaknya atau paling tidak sesuai target yang ditetapkan APBN, demikian terungkap dalam rapat dengar pendapat umum Komisi VII DPR dengan enam KKKS di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu. Keenam KKKS, yang merupakan produsen minyak terbesar yang dipanggil Komisi VII DPR tersebut adalah PT Chevron Pasifik Indonesia (CPI), PT Pertamina (Persero), Total EP Indonesie, ConocoPhillips, BP Indonesia, dan China National Offshore Oil Company (CNOOC). Ketua Komisi VII DPR Airlangga Hartarto mengatakan kenaikan produksi menjadi penting mengingat harga minyak dunia yang terus naik belakangan ini. "Kalau para KKKS tidak bisa meningkatkan produksi atau minimal sesuai target `lifting` APBN, maka negara akan sangat terbebani dengan harga minyak yang tinggi," katanya. Namun sebaliknya dengan harga minyak dunia yang tinggi dan juga produksi yang meningkat akan semakin meningkatkan penerimaan negara. Target "lifting" minyak APBN Perubahan pada 2007 adalah 960.000 barel per hari, namun diperkirakan hanya tercapai 910.000 barel per hari. Sedang pada 2008, APBN menargetkan "lifting" minyak sebesar 1,034 juta barel per hari. Menanggapi keinginan DPR tersebut, Direktur Hulu Pertamina Sukusen Soemarinda mengatakan, pihaknya akan berupaya mencapai target produksi sesuai APBN. Menurut dia, pihaknya selain mempertahankan tingkat produksi lapangan-lapangan yang sudah ada, juga akan mendapat tambahan produksi dari Pondok Tengah, Matindok, dan Subang pada 2008. Produksi minyak Pertamina pada 2007 diperkirakan 97 persen dari target 117.535 barel per hari atau mencapai 113.849 barel per hari. "Tahun 2008, kami targetkan produksi sebesar 138.840 barel per hari atau 118 persen di atas rencana 2007," katanya. Namun, Sukusen mengkhawatirkan tidak tercapainya target produksi tersebut terutama karena masalah pembebasan tanah yang akan memundurkan jadwal pengeboran. "Kami pikir masalah pembebasan tanah ini juga menjadi kendala kontraktor yang lain dalam mencapai produksi sesuai target APBN," ujarnya. Hal serupa juga dialami KKKS lainnya yakni Chevron. Wakil Direktur CPI Iwan Djalinus mengatakan, pihaknya cukup sulit membebaskan tanah karena sebagian besar lapangan berlokasi di daratan. Sementara, PresdirTotal Indonesie Philippe Armand mengatakan, kendala yang dihadapi dalam mencapai target produksi adalah tingginya perpajakan khususnya bea masuk. "Kami punya proyek pengeboran sumur senilai 41 juta dolar AS, namun harus membayar bea masuk hingga 27 juta dolar AS atau 60 persen dari harga sebenarnya," katanya. Presdir CoconoPhillips Indonesia Ron Erick Johansen meminta agar pemerintah lebih meningkatkan koordinasi khususnya antara Departemen ESDM, Depkeu dan Dephut. Sedangkan Wakil Direktur BP Indonesia Nico Kanter mengaku kesulitan menaikkan produksi karena lapangan yang sudah cukup tua dan letaknya menyebar. Airlangga dapat memahami kekhawatiran para KKKS dalam upaya menaikkan produksinya tersebut."Namun, paling tidak, kami berharap para KKKS dapat memenuhi sesuai target APBN," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007