Jakarta (ANTARA News) - Koalisi Masyarakat Madani untuk Demokrasi menilai sejumlah syarat yang dirumuskan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk calon perseorangan mengikuti Pilkada sangat memberatkan. "Mereka masih ketakutan ada calon lain dari luar partai politik," kata anggota Koalisi Masyarakat Madani untuk Demokrasi, Boni Hargens, pengamat politik dari Universitas Indonesia, yang didampingi anggota lainnya, Ray Rangkuti (Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia), Hadar N. Gumay (Direktur Eksekutif Centre for Electoral Reform), Jojo Rohi (Jaringan Pemantau Seleksi Calon Penyelenggara Pemilu), dan Andrinov Chaniago (Pengamat Politik dan Kebijakan Publik) di Jakarta, Minggu. Boni mengatakan, sejumlah syarat calon perseorangan yang dirumuskan anggota DPR di antaranya persyaratan dukungan dari total penduduk berdasarkan tingkat kepadatan penduduk di suatu wilayah dengan variasi antara 3 persen sampai 15 persen dari total jumlah penduduk. Itu berarti untuk mencalonkan diri sebagai calon gubernur di Indonesia seorang calon dari jalur perseorangan harus mengumpulkan dukungan suara antara 300 ribu hingga 1,3 juta. Sementara untuk pilkada bupati dan walikota, calon harus mengumpulkan 15 ribu sampai 90 ribu suara dukungan. "Dengan syarat seperti itu, hampir pasti di sebagian besar daerah, para calon perseorangan tidak mungkin akan mampu memenuhi persyaratan tersebut," katanya. Oleh karena itu, Boni melihat hal itu bagaikan strategi mengalahkan lawan sebelum pertandingan dimulai. Ray Rangkuti melihat persyaratan yang dibuat DPR sama dengan menjegal calon perseorangan, padahal sudah diamanatkan dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 23 Juli 2007. Keputusan MK memerintahkan kepada pembuat undang-undang, yakni DPR, agar menetapkan hak politik bagi tiap-tiap warga negara, bukan justu memotongnya. "Hal seperti ini, tidak pernah terjadi di negara demokrasi mana pun," katanya. Esensinya tak berubah Ray juga menyatakan tidak sepakat dengan persyaratan jumlah deposito yang harus disetorkan, dengan alasan tidak ada syarat deposit saja ada permainan uang, apalagi jika ada persyaratan tersebut. Andrinov berpendapat dirinya menolak sejumlah persyaratan yang dirumuskan anggota Dewan. Rumusan anggota Dewan itu sama saja dengan membuka yuridis formal yakni adanya putusan MK, tapi tidak memberikan apa-apa kepada masyarakat. "Hanya akal-akalan, karena esensi demokrasinya tidak berubah. Partai jadi alat melakukan praktek politik uang dan alat kekuasaan," katanya. Andrinov menegaskan, putusan MK tidak ada gunanya jika di tingkat mekanisme persyaratan calon perseorangan telah dijegal. (*)

Copyright © ANTARA 2007