Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan ada tiga alasan kenapa KPU Pusat mengambil-alih kewenangan KPU Provinsi Maluku Utara di antaranya, tahapan pemilihan kepala daerah (pilkada) yang dilaksanakan KPU Provinsi Maluku Utara tidak berjalan dengan baik. "Beberapa kali rapat mengalami `deadlock` (jalan buntu), sehingga rawan terjadi konflik," kata anggota KPU, I Gusti Putu Artha di Kantor KPU Jakarta, Selasa. Alasan lain, karena tingkat kepercayaan rakyat terhadap KPU Provinsi yang sangat rendah. Ia menjelaskan, di Maluku Utara proses pilkada sejak awal kampanye telah terjadi permasalahan yang kemudian berlarut sampai pasca-pilkada. "Kami sudah menutup `lubang` dengan memback-up agar mereka (KPU Provinsi Malut) percaya diri," ujarnya. Namun, langkah yang dilakukan KPU Maluku Utara dengan mengumumkan hasil pilkada pada Minggu (18/11) merupakan langkah yang tidak benar. "Bagaimana mereka bisa mengumumkan hasil pilkada, jika tidak ada rapat pleno. Rapat yang mereka gelar sampai pukul 22.00 WIB baru satu suara yang dibuka, yang lain belum. Lalu bagaimana bisa disebut pleno?" kata Putu. Pada Minggu (18/11) KPU Provinsi Malut, mengumumkan pemenang pemilihan gubernur yang dilaksanakan 3 November 2007 lalu yaitu pasangan Thaib Armaiyn (incumbent)/Gani Kasuba, yang diusung oleh koalisi PKS, PBB, PKB, Partai Demokrat dan sejumlah parpol kecil memenangi pesta demokrasi itu. Sementara itu, tindakan yang dilakukan KPU Pusat dengan pengambilalihan pilkada Malut oleh Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia, Ray Rangkuti dikhwatirkan justru akan menimbulkan masalah baru. Ray menyebutkan, sejumlah masalah tersebut di antaranya, pengambilalihan KPU yang dasar hukumnya "remang-remang" karena tidak diatur dalam undang-undang. "KPU juga tidak bisa semena-sema membatalkan penetapan hasil pilkada yang diumumkan KPU Provinsi Malut. Pembatalan KPU pusat tidak memungkinkan, kecuali melalui peradilan," katanya. Begitu juga dengan langkah yang dilakukan KPU pusat dengan memberhentikan sementara ketua KPU dan satu anggota KPU. "Pada dasarnya, KPU pusat harus hati-hati betul dalam mengambil keputusan, karena dikhwatirkan akan menjadi masalah baru," tegas Ray.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007