Yogyakarta (ANTARA News) - Musisi Addie MS menilai musik simfoni di Indonesia meskipun mengalami perkembangan yang cukup baik selama beberapa tahun terakhir, tetapi masih tertinggal jauh dibanding negara lain, seperti Singapura. "Negara itu memiliki empat gedung yang ideal untuk pertunjukan musik simfoni, sedangkan Indonesia belum memiliki satu pun," katanya ketika menjadi salah satu pembicara dalam dialog musik simfonik di Yogyakarta, Selasa. Meski demikian, ia merasa bersyukur dengan terus meningkatnya apresiasi masyarakat terhadap musik simfoni meskipun setiap kelompok musik simfonik tetap memerlukan subsidi untuk mempertahankan keberadaannya. Di banyak negara, musik simfoni memang selalu disubsidi. Ayah dua putra ini mengingat kembali betapa sulitnya mencari dana pendukung bagi Twilite Orchestra, yang dibentuknya 17 tahun lalu. Sebelum membentuk Twilite Orchestra, suami dari Memes (penyanyi) ini lebih banyak bergelut dengan musik pop, sementara kegemarannya pada musik klasik lebih banyak terpendam. "Selama tiga tahun pertama setelah berhenti membuat musik pop, dan berkonsentrasi pada musik simfoni dengan Twilite Orchestra, saya mengalami pergulatan batin," katanya. Untunglah waktu itu, pengusaha Indra Bakrie mengulurkan tangan membantunya dengan memberikan subsidi sehingga Twilite Orchestra dapat bertahan, dan secara perlahan musik simfonik mulai dapat diterima di tengah masyarakat. Ia juga mengatakan bahwa tarif musisi di Indonesia tergolong mahal karena ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan tenaga musisi di negeri ini. Tarif musisi di Indonesia jauh lebih mahal dibanding Australia, Singapura dan Beijing. Meski demikian, ia mengingatkan para musisi di Indonesia untuk tidak terlena dengan keadaan itu, mengingat standar kualitas musisi Indonesia masih jauh dari "kelas dunia".(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007