Singapura (ANTARA News) - Para pemimpin Asia, Rabu, kembali menolak pengenaan saksi-sanksi terhadap Myanmar yang diperintah militer kendatipun tindakan keras berdarah terhadap para pembangkang, dan mengatakan pengaruh mereka atas junta itu kecil. Negara-negara Asia Tenggara plus enam negara mitra dialog mereka, pada akhir KTT di sini, juga mengatakan tindakan-tindakan yang menghukum hanya akan memperkuat pengucilan junta dan tidak akan mempercepat proses reformasi yang demokratis. "Kami tidak mendukung sanksi-sanksi terhadap Myanmar-- juga negara-negara ASEAN," kata tuan rumah PM Singapura Lee Hsien Loong dalam jumpa wartawan pada penutupan pertemuan itu. "Pengaruh kami pada Myanmar kecil. Perdagangan kami dengan mereka tidak berarti," katanya tentang ASEAN yang bertemu di sini awal pekan ini sebelum perundingan diperluas KTT Asia Timur. Lee mengatakan bahwa di kalangan blok beranggotakan 10 negara , itu hanya Thailand memiliki hubungan perdagangan yang berarti dengan Myanmar-- dalam bentuk impor gas alam yang dibutuhkan Bangkok. ASEAN mendapat tekanan internasional yang meningkat, khususnya dari AS dan Uni Eropa, untuk mengendalikan anggotanya itu dan menghukumnya atas aksi kekerasan September lalu. Myanmar membuat KTT pekan ini kacau ketika negara itu menolak mengizinkan utusan PBB Gambari memberikan penjelasan kepada para pemimpin Asia mengenai situasi di negara yang dulu bernama Burma itu -- memaksa ASEAN membatalkan pertemuan itu pada saat terakhir. Tetapi Lee menyebut sikap keras Myanmar itu sebagai "satu usaha yang menyedihkan dan hambatan yang harus kita tangani sebagai sebuah organisasi yang berkembang." "Tidak mudah menyelesaikan...itu adalah sesuatu yang harus kita hadapi, bicarakan dan akan diterima dengan tenang," tambahnya dikutip AFP. KTT Asia Timur diikuti blok ASEAN plus Australia, India, Jepang, Selandia Baru , Korsel dan China-- sekutu dekat Myanmar, yang menurut Lee tidak akan pernah menyetujui sanksi-sanksi. "China tidak akan setuju. Mereka telah menyatakan sikapnya sangat jelas," kata Lee kepada wartawan.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007