Surabaya (ANTARA News) - Komite Bangkit Indonesia (KBI) yang dipimpin ekonom DR Rizal Ramli mengeritik "jalan ekonomi" yang diterapkan di Indonesia yang justru menghasilkan kemiskinan dan kesenjangan (gap). "Kita sudah merdeka secara politik, tapi secara ekonomi dan sosial justru semakin terpuruk. Itu akibat jalan ekonomi yang diterapkan selama ini salah," katanya di Surabaya, Rabu petang. Ia mengemukakan hal itu dalam dialog publik menjelang rencana deklarasi KBI di Surabaya, Kamis (22/11) yang menampilkan mantan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), penyanyi Frangky Sahilatua, dan Prof DR Hotman Siahaan (sosiolog). Menurut mantan Menteri Keuangan era Presiden Gus Dur itu, jalan ekonomi yang salah itu harus diperbaiki melalui momentum Kebangkitan Nasional yang akan berusia 100 tahun pada 2008. "Kesalahan jalan ekonomi yang kita tempuh selama ini mirip Filipina, karena itu kita perlu meniru jalan ekonomi yang ditempuh Malaysia, Thailand, Korea, China, dan negara-negara yang sudah jauh meninggalkan kita," katanya. Ia mengatakan masyarakat Malaysia sudah lima kali lebih sejahtera dibanding masyarakat Indonesia, Thailand sudah dua kali lebih sejahtera, China sudah 1,4 kali lebih sejahtera, dan bahkan Korea sudah menjadi negara maju. "Kalau kita hanya 20 persen masyarakat yang sejahtera, sedangkan 80 persen masyarakat kita cukup miskin, padahal sumberdaya alam kita lebih unggul dibanding negara-negara lain," katanya. Direktur Econit yang juga mantan Menko Perekonomian itu mengatakan "jalan ekonomi" yang salah adalah "New Liberal" yang justru menaikkan utang, tapi mempertajam jurang kaya-miskin di tengah sumber daya alam yang melimpah. "Kalau kita tidak keluar dari jalan ekonomi yang salah itu, maka kita jangan mimpi mampu mengejar Malaysia, Thailand, Korea, China, dan negara-negara lainnya," katanya. Bahkan, katanya, Indonesia akan semakin terpuruk seperti Argentina dan Brasil yang semula merupakan negara maju, tetapi akhirnya terpuruk setelah menerapkan jalan ekonomi yang salah. "Karena itu, Komite Bangkit Indonesia (KBI) menawarkan jalan baru untuk ekonomi, yakni anti New Kolonial dan New Liberal," katanya. Dalam dialog publik menjelang deklarasi KBI di Surabaya itu, pengamat politik Unair Surabaya, Prof DR Kacung Marijan MA mengatakan jalan ekonomi yang baru yang ditawarkan KBI itu membutuhkan pemimpin berkarakter. "Selama ini, kita mengalami siklus pemimpin simbolis yang justru bermasalah, sehingga kita memiliki pemimpin yang menjadi bagian dari masalah dan bukan pemimpin berkarakter yang memecahkan masalah," katanya. Ke depan, katanya, Indonesia perlu pemimpin yang berkarakter yang dapat mensejahterakan rakyat dengan kemampuan sendiri dan bukan "menjual" sumber daya alam kepada negara lain dengan utang. "Jadi, kita harus memiliki siklus kepemimpinan yang benar untuk mampu mengembangkan jalan ekonomi yang tidak salah," katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2007