Jakarta (ANTARA News) - Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz N. Mehdawi, meminta Pemerintah RI terus memainkan peran dalam penyelesaian masalah Timur Tengah, khususnya dalam konferensi yang membahas perjanjian damai Israel-Palestina yang akan diselenggarakan di kota Annapolis, Maryland, Amerika Serikat (AS), pekan depan. "Kami tetap meminta dukungan Indonesia," katanya seusai pertemuan dengan Direktur Utama LKBN AANTARA, DR Ahmad Mukhlis Yusuf, di Jakarta, Kamis, untuk menindaklanjuti kerjasama kantor berita kedua negara yang ditandatangi saat Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, berkunjung ke Indonesia bulan lalu. Sebanyak 40 negara, termasuk Indonesia, diundang untuk hadir pada konferensi Annapolis yang diprakarsai Amerika Serikat, pada 27 Nopember 2007. Sebagai tuan rumah, Presiden George W. Bush dan Menlu Condoleezza Rice akan mempertemukan Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, dan Perdana Menteri (PM), Israel Ehud Olmert, Sesjen Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Ban Ki-moon, juga akan hadir di sana. Meskipun tidak diperkirakan akan seperti Pertemuan Camp-David yang mendamaikan pertikaian Israel dengan Mesir, Dubes Fariz menganggap Konferensi Annapolis tetap penting, apalagi melibatkan pihak-pihak internasional terkait. Ia meragukan Konferensi Annapolis akan menyelesaikan masalah Timur Tengah semuanya, mengingat begitu banyak persoalan dan masalah yang perlu diselesaikan sebelum perdamaian seutuhnya tercapai. "Tapi, kami akan datang ke Annapolis tanpa harga. Kami punya sejumlah syarat," katanya. Ia tidak menjelaskan secara rinci syarat atau harga dimaksud. Namun, Presiden Palestina Mahmoud Abbas sebelumnya pernah mengajukan syarat yang berat. Misalnya, pemindahan seluruh permukiman Yahudi di Tepi Barat, penarikan seluruh tentara Israel dari garis batas 20 September 2000 (sebelum pecah intifada kedua), dan pembebasan seluruh tahanan Palestina di Israel. Saat ini, sedikit-dikitnya ada 40 ribu pengungsi Palestina yang terusir dari tanah mereka yang saat ini diduduki Israel. Israel menduduki wilayah Palestina, termasuk Jerusalem, sejak usai Perang Enam Hari (Six Day War) pada 1967. Selain terancam konflik internal di negerinya, bangsa Palestina masih berjuang di forum internasional bagi masa depannya, termasuk pada Konferensi Annapolis. Dalam pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Mahmoud Abbas mengatakan, pertemuan Annapolis itu akan dihadiri negara tim kuartet yakni empat negara dari delapan negara industri (G-8), anggota tetap Dewan Keamanan PBB, serta negara-negara Arab, di samping Indonesia, Malaysia dan Turki. Agenda konferensi itu mencakup enam masalah pokok yaitu Negara Kedaulatan Palestina, status final Kota Jerusalem sebagai ibukota Palestina, perbatasan, pengungsi Palestina, permukiman Yahudi, keamanan, dan pembagian sumber air. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007