Jakarta (ANTARA News) - Ketua Bidang Pengkajian dan Pengembangan Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) Jos Luhukay memperkirakan belanja teknologi informasi setiap bank di Indonesia pada 2008 mencapai 15-35 juta dolar AS. Hal ini menurut dia didorong oleh kebutuhan setiap bank untuk meningkatkan pelayanan kepada pelanggan sekaligus menghadapi kompetisi perbankan yang semakin ketat serta menghadapi arsitektur perbankan Indonesia (API). "Tahun depan belanja TI akan besar, sekitar 15-35 juta dolar AS, terutama bank-bank yang akan dijual untuk meningkatkan performa mereka, dan bank-bank hasil merjer dan akuisisi," katanya dalam acara peluncuran persiapan konferensi Apconex 2008 di Jakarta, Jumat. Selain itu, belanja TI perbankan 2008 juga terkait dengan pembaruan beberapa perbankan terhadap teknologi informasi yang telah mereka miliki sekitar tahun 2000-an. "TI memiliki umur ekonomi sekitar lima tahun, jadi tahun depan akan ada pembaruan untuk teknologi yang telah ditanamkan pada 2000-an," katanya. Ia mengatakan, TI tidak bisa diabaikan oleh perbankan, sebab teknologi ini selain memberikan kemudahan juga memberikan keuntungan karena mampu menjangkau masyarakat secara luas. Ia menambahkan TI perbankan nantinya akan bergerak ke arah konsolidasi. "Jadi nantinya bank tidak lagi memiliki sistem TI sendiri-sendiri, namun akan terintegrasi dan terkonsolidasi," katanya. Hal ini menurut dia, nantinya akan menghemat biaya teknologi informasi. Bahkan menurut dia, nantinya teknologi informasi akan disubkontrakan (outsource) kepada perusahaan TI, sehingga Bank tidak perlu melakukan belanja modal untuk TI. "Ke depan belanja modal (capex) TI itu tidak ada," katanya. Ketua Perbanas, Sigit Pramono mengatakan, TI pada perbankan merupakan salah satu kesiapan perbankan dalam menyongsong era masyarakat yang mengandalkan uang non kartal (uang logam atau kertas). "Ya harus siap, sudah mulai, seperti pada kartu kredit atau debit," katanya. ATM Retail Jos mengatakan perkembangan TI perbankan nantinya akan mendorong binsis baru yaitu ATM yang dimiliki oleh perseorangan retail). "Nanti toko kelontong misalnya akan memiliki ATM sendiri, dengan uang yang ia isi sendiri bukan oleh bank, sementara pihaknya terhubung dengan perbankan," katanya. Sehingga nanti nasabah perbankan tak perlu repot-repot harus mencari ATM yang sesuai dengan banknya ataupun harus mencari ATM bersama. "Ini akan semakin memperluas transaksi serta distribusi selain juga menyediakan peluang ekonomi baru, yakni ATM-ATM yang dimiliki perseorangan seperti toko kelontong," katanya. Saat ini, menurut dia, telah ada sekitar 100 ATM retail di Indonesia. "Dan akan berkembang pada masa mendatang," katanya. Sementara itu, perkembangan TI juga akan meperkenalkan kartu virtual sebagai alat pemabayaran. "Kita perkirakan transaksi kartu virtual akan mencapai Rp2 triliun pada 2009," katanya. Saat ini kartu virtual (produk yang dibeli dengan jumlah tertentu seperti pulsa hand phone, yang dapat digunakan untuk alat pembayaran) menurut dia masih sangat sedikit. Perkembangan kartu tersebut setidaknya masih ada di berapa bank. Namun demikian, seiring dengan perkembangan TI, produk ini akan tumbuh berkembang. Tidak hanya perbankan yang akan membuat produk tersebut, namun juga lembaga non perbankan. Dan menurut dia ini akan menjadi pesaing bagi perbankan.(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007