Lahore, Pakistan (ANTARA News) - Mantan Perdana Menteri (PM) Pakistan, Nazaz Sharif, kembali ke tanah-airnya dari pengasingan, Minggu, dan berjanji mengakhiri "kediktatoran" di negaranya dan berjuang bagi demokrasi. "Saya berada di sini untuk memainkan peranan saya dan juga melakukan upaya-upaya untuk membebaskan negara dari kediktatoran," kata Sharif kepada BBC melalui telefon genggam dari pesawatnya setelah ia mendarat di Lahore. Ia berjanji memulihkan aturan hukum dan konstitusi -- yang dibekukan oleh penguasa militer Presiden Pervez Musharraf dengan pemberlakuan keadaan darurat -- dan memperkuat demokrasi. "Kami menginginkan demokrasi, cuma itu," katanya. Sharif tampaknya mengesampngkan bekerja sama dengan Musharraf dengan mengatakan, "Kami memiliki agenda yang berbeda dari agendanya." Ia juga menolak menyatakan apakah partainya akan memboikot pemilihan umum mendatang dengan mengatakan, keputusan itu akan diambil oleh aliansi partai-partai oposisi yang mencakup partainya. Namun, sejumlah pembantunya mengutip pernyataan Sharif, yang kekuasaannya didongkel Musharraf dalam kudeta delapan tahun lalu, bahwa ia tidak akan melakukan pembalasan dendam. "Saya sangat gembira pulang... Ini waktu terbaik dalam kehidupan saya," kata mantan PM tersebut, seperti dikutip sejumlah pembantu senior partainya. "Saya berterima kasih kepada mereka semua yang membela saya. Saya merasa sangat kecil. Saya mengabdikan diri saya kepada rakyat Pakistan," katanya. Sharif terlihat berseri-seri dan melambaikan tangannya kepada para pendukungnya yang bersorak-sorai memadati ruang kedatangan bandara di Lahore. Ia dan saudaranya kemudian dipanggul massa pendukung dan ditempatkan di atap sebuah mobil, dan mereka melambai-lambai kepada para aktivis partai. Sharif kembali ke Pakistan ketika negara itu berada dalam pergolakan di tengah pemberlakuan keadaan darurat yang diumumkan Musharraf tiga pekan lalu dan ketidakpastian apakah oposisi akan memboikot pemilihan umum yang dijadwalkan berlangsung pada 8 Januari. Mantan PM tersebut, yang diasingkan ke Arab Saudi pada 2000 setahun setelah penggulingannya, berusaha kembali ke Pakistan pada September tahun ini namun segera dideportasi. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007