Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meminta RUU Penyitaan Aset Negara agar segera diselesaikan, guna mencegah hilangnya aset negara akibat korupsi dan tindak kejahatan lainnya. "Pada April lalu, pemerintah sudah menyerahkan RUU tersebut kepada DPR. Itu sangat penting, saya ingin bisa segera dirampungkan," kata Presiden saat meresmikan Gedung Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) di Jakarta, Selasa. Kepala Negara menjelaskan UU ini sangat diperlukan karena banyak aset negara dalam jumlah besar yang dikorupsi, namun sesudah pelakunya diadili, penyitaan asetnya belum dilakukan. "Jadi, UU itu harus mengatur mekanisme, bahwa sebelum putusan dijatuhkan, maka penyitaan aset dapat dilakukan," katanya. Presiden juga meminta kepada PPATK dan penegak hukum lainnya untuk menggunakan semua sumber daya yang ada dalam melacak dan mengejar semua aset negara yang hilang akibat tindak pidana korupsi, selain para penegak hukum menindaklanjuti kerjasama pemerintah dan Bank Dunia dalam Program "Star" (Stole Asset Recovery) untuk melacak dan mengembalikan aset-aset Indonesia di luar negeri. "Jalin sinergi dan kerjasama yang baik dengan semua lembaga di luar negeri untuk membawa kembali aset kita," ujar Yudhoyono. Pemerintah tengah menyiapkan kerjasama ekstradisi dengan pemerintah China yang akan segera ditandatangani dalam waktu dekat. "Kemarin di Singapura, saya bertemu dengan Presiden China dan sebetulnya akan ditandatangani di sana. Tetapi karena kita belum meratifikasi perjanjian ekstradisi dengan Singapura, maka kita tidak lakukan di sana." ujarnya. Yudhoyono juga meminta jajaran PPATK bekerja lebih keras untuk mencegah dan menindak kejahatan pencucian uang, sehingga semua kegiatan bisnis dan keuangan di dalam negeri menjadi bersih. "Dengan demikian negara kita akan selamat dan makin pasti dalam berbagai kebijakan usaha di Tanah Air," ujarnya. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007