Sydney (ANTARA) - Kurs dolar AS relatif tenang di pasar mata uang Asia pada perdagangan Senin pagi, karena Jepang memulai liburan selama seminggu, memberikan investor alasan tambahan untuk menahan diri menjelang pertemuan kebijakan Federal Reserve (Fed) dan angka pekerjaan Amerika Serikat.

Semua mata tertuju pada The Fed untuk melihat apa yang mereka buat dari laporan produk domestik bruto (PDB) kuartal pertama, yang menunjukkan pertumbuhan kuat sebesar 3,2 persen, tetapi sebagian besar karena satu alasan saja yakni lonjakan persediaan.

Inflasi inti, di sisi lain, dikejutkan oleh perlambatan tajam, menyebabkan spekulator benar-benar mempersempit peluang penurunan suku bunga tahun ini. Fed fund berjangka sekarang menyiratkan suku bunga 2,20 persen pada akhir tahun, dari 2,41 persen sekarang.

Angka Maret untuk pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti, ukuran inflasi yang disukai The Fed, akan dirilis pada Senin waktu setempat dan ada risiko mungkin melambat menjadi 1,6 persen atau bahkan 1,5 persen.

"Satu-satunya masalah makro terbesar saat ini menyangkut kebijakan The Fed dan apakah inflasi cukup lunak untuk membenarkan penurunan suku bunga," kata Analis di JPMorgan.

"Presiden Fed Chicago Charles Evans menyiratkan PCE inti berkelanjutan pada 1,5 persen akan membenarkan penurunan suku bunga, sekalipun dengan pertumbuhan tetap sehat dan investor akan mendengarkan dengan cermat (Ketua Fed Jerome) Powell pada Rabu (1/5/2019) untuk setiap petunjuk tentang pemikirannya pada topik ini."

Risiko inilah yang menyebabkan dolar jatuh kembali pada Jumat (26/4/2019) meskipun laporan PDB positif. Terhadap sekeranjang mata uang, dolar terakhir stabil di 98,032, setelah turun dari dekat tertinggi dua tahun di 98,330.

Namun dolar hampir tidak sendirian mengingat cukup banyak bank sentral utama lainnya, juga telah berubah dovish dalam beberapa bulan terakhir, menjaga mata uang mereka lemah.

Dolar Kanada dan crown Swedia, misalnya, keduanya mendapat pukulan pekan lalu ketika bank sentral mereka menghentikan kenaikan suku bunga di waktu mendatang.

Bank Sentral Eropa (ECB) berada di bawah tekanan untuk mempertahankan stimulusnya, jika tidak melakukan putaran baru, sementara pasar memperhitungkan penurunan suku bunga untuk Australia dan Selandia Baru setelah angka inflasi lemah.

Bank sentral Jepang (BOJ) pekan lalu berjanji untuk menjaga kebijakan super longgarnya setidaknya satu tahun lagi, upaya untuk menghilangkan pembicaraan tentang keraguan atas komitmennya.

Sementara yen menguat pada akhir pekan lalu, itu terutama karena spekulan memilih untuk mengurangi posisi jangka pendek mereka menjelang libur panjang Jepang minggu ini.

Baca juga: Yuan China melemah jadi 6,7310 terhadap dolar AS

Beberapa khawatir kurangnya likuiditas dapat menyebabkan terjadinya penurunan ekstrem dari Januari ketika yen membuat keuntungan besar dalam hitungan menit karena bearish berhenti.

Pada Senin pagi, dolar diam pada 111,59 yen, setelah sempat menyentuh level tertinggi tahun ini minggu lalu di sekitar 112,39. Dukungan grafik masuk di 111,37 dan 110,83.

Euro juga hampir tidak berubah pada 1,1149 dolar, tidak jauh dari terendah dua tahun 1,1110 dolar.

Sejumlah survei manufaktur dari Eropa dan China dijadwalkan akhir pekan ini, bersama dengan angka pertama tentang PDB Uni Eropa. Laporan penggajian (payroll) AS pada Jumat (3/5/2019) diperkirakan akan menunjukkan peningkatan 180.000 pada April, dengan pengangguran sebesar 3,8 persen.

Pasar China juga ditutup mulai Rabu (1/5/2019) hingga Jumat (3/4/2019), yang diperkirakan akan menguras likuiditas lebih banyak lagi di Asia. Demikian laporan yang dikutip dari Reuters.

Baca juga: Harga minyak terus menurun pasca-Trump tekan OPEC tingkatkan produksi

 

Penerjemah: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019