Jakarta (ANTARA News) - Kalangan produsen menaikkan harga barang elektronik konsumsi sekitar 10 persen, karena sudah tidak sanggup menahan beban kenaikan harga bahan baku menyusul gejolak harga minyak mentah dunia. "Sejak terjadi gejolak kenaikan harga minyak, harga bahan baku terus meningkat, dan berdampak pada kenaikan harga transportasi, sehingga produsen terpaksa menaikkan harga barang elektronik sekitar 10 persen," kata Ketua Umum Gabungan Elektronik (GABEL) Rachmat Gobel, di Jakarta, Selasa. Ia mengatakan kenaikan harga tersebut tidak bisa dihindari karena beban industri semakin berat. Selain kenaikan harga bahan baku, seperti plastik dan baja, industri juga mengalami kenaikan biaya transportasi dan tarif listrik, serta upah pekerja. "Kondisi tersebut tidak bisa dihindari lagi, walaupun kami menyadari daya beli masyarakat masih rendah," katanya. Rachmat mengakui dirinya khawatir kenaikan harga barang elektronik di tingkat eceran tersebut akan menurunkan daya serap pasar di dalam negeri. "Seharusnya Pemerintah segera menghapuskan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah) untuk sejumlah barang elektronik, agar bisa mengkompensasi kenaikan minyak mentah dunia, sehingga pasar elektronik di dalam negeri tetap tumbuh," katanya. Rachmat yakin pertumbuhan pasar elektronik akan meningkatkan kinerja industri dan investasi di sektor tersebut, yang bermuara pada naiknya penyerapan tenaga kerja. Sementara itu, Dirjen Industri Alat Transportasi dan Telematika (IATT) Depperin Budi Darmadi mengakui perluasan penghapusan PPnBM sejumlah barang elektronik konsumsi sangat penting guna memperluas pasar dan meningkatkan daya saing. "Itu (penghapusan PPnBM) sangat penting untuk menurunkan biaya produksi per unit dan skala ekonomisnya meningkat, sehingga industri elektronik di dalam negeri bisa menjadi basis bagi ekspor ke pasar ASEAN maupun Asia Timur," katanya. Sejauh ini, lanjut dia, Depperin masih konsisten mendorong penghapusan PPnBM ke Departemen Keuangan melalui serangkaian pertemuan. GABEL mengharapkan dengan perluasan penghapusan PPnBM, maka tingkat penetrasi barang elektronik masyarakat yang masih rendah bisa tumbuh lebih besar. Dalam Roadmap Industri Nasional 2010 dan Visi 2030 yang disusun Kadin Indonesia, tingkat kepemilikan barang elektronik tertinggi adalah radio kaset (71 persen) dan televisi (56 persen). Sedangkan barang elektronik konsumsi lainnya seperti lemari es tingkat kepemilikannya hanya 19 persen, mesin cuci empat persen, dan AC hanya tiga persen. Bahkan tingkat kepemilikan setrika listrik hanya 27 persen, pompa air (24 persen), dan kipas angin (38 persen).(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007