Nusa Dua (ANTARA News) - Dunia berada di jalan yang tepat untuk menyelamatkan "surga", yakni pulau-pulau wisata populer dunia, dari dampak perubahan iklim melalui Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) di Bali. Hal itu dikemukakan oleh Sekjen Sekretariat UNFCCC, Yvo de Boer, dalam pidato sambutannya pada acara pembukaan Sidang Para Pihak (COP-13) UNFCCC di Bali, Senin. "Bali adalah potret keindahan surga, namun sekaligus pulau yang rapuh atas ancaman perubahan iklim, demikian juga dengan banyak surga wisata lain di dunia," ujarnya. Oleh karena itu, lanjut dia, sejumlah kemajuan yang terjadi sepanjang 2007 -- adopsi isu perubahan iklim dalam pertemuan puncak sejumlah organisasi multilateral seperti G8, APEC dan ASEAN -- merupakan perkembangan yang sangat positif bagi penanganan isu perubahan iklim. "Penyebaran informasi dalam beberapa tahun terakhir telah membantu seluruh orang di dunia untuk menyadari bahaya perubahan iklim, bahwa tidak ada satu orang pun yang dapat menghindar baik kaya atau miskin," ujarnya. Menurut dia, hasil dari pertemuan Bali diharapkan dapat menjadi faktor pendorong dalam kebijakan nasional tiap-tiap negara untuk dapat menyelamatkan bumi dari perubahan iklim. Ia kemudian menggarisbawahi sejumlah isu yang akan menjadi fokus dalam pertemuan Bali yaitu mitigasi, adaptasi, transfer teknologi, serta investasi dan mekanisme pendanaan. Dampak dari perubahan iklim, yang antara lain adalah naiknya permukaan air laut akibat pemanasan global ditengarai sejumlah pihak dapat mengakibatkan tenggelamnya beberapa pulau. Bagi negara-negara kepulauan seperi Indonesia dan negara-negara di Pasifik, naiknya permukaan laut merupakan suatu ancaman serius pada aset-aset mereka. Pada pertemuan UNFCCC, 3-14 Desember 2007 di Bali, sedikitnya 189 negara berkumpul guna menyepakati pengaturan baru untuk mengatasi perubahan iklim pasca berakhirnya Protokol Kyoto pada 2012. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007