Jakarta (ANTARA News) - Beberapa anggota Komisi I DPR mendesak agar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon panglima TNI ditunda, mengingat Kasad Jenderal TNI Djoko Santoso masih terganjal kasus dugaan penyelundupan 35 unit `pick up` TNI Angkatan Darat (AD). "Masih banyak yang perlu dijelaskan oleh Kasad, perihal pengadaan 35 unit mobil `pick up` tersebut. Jika perlu, `fit and proper test` terhadap yang bersangkutan ditunda," kata anggota Komisi I dari PAN, Mahmub Junaedi, di Jakarta, Senin. Berbicara dalam rapat kerja Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono dan Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Suyanto dengan Komisi I, ia mengatakan penundaan itu untuk memberikan kesempatan kepada Kasad menjelaskan secara rinci pengadaan 35 `pick up` yang akan dikaroseri sebagai ambulans militer itu. "Jadi, segala sesuatunya dapat dipertanggungjawabkan, sebelum yang bersangkutan menjabat sebagai panglima TNI," katanya. Hal senada diungkapkan anggota Komisi I dari Fraksi Golkar, Happy Bone Zulkarnaen, uji kelayakan dan kepatutan tidak semata menguji kapabilitas dan profesionalisme yang bersangkutan tetapi lebih dari itu, yakni merupakan komitmen yang bersangkutan untuk dapat menjalankan visi-misinya secara benar dalam memimpin TNI. "Ini tidak saja menyangkut kualitas dan kapabilitas, tetapi juga komitmen yang bersangkutan dalam mengemban amanat memimpin TNI," ujarnya. Selain kasus dugaan penyeludupan 35 unit mobil bak terbuka, Happy Bone menambahkan penundaan dimaksudkan agar kedua pihak, baik calon Panglima TNI dan anggota DPR sama-sama bisa lebih mempersiapkan diri, termasuk dalam pemahaman mengenai "grand strategy" pertahanan nasional. "Selama ini, kami Komisi I tidak pernah menerima cetak biru `grand strategy pertahanan kita, dimana hal itu penting pula untuk menentukan seseorang calon layak atau tidak memimpin TNI," katanya. Atas desakan itu, Ketua Komisi I Theo L Sambuaga mengatakan penundaan terhadap uji kelayakan dan kepatutan calon Panglima TNI tidak mungkin dilakukan, karena sudah diputuskan dalam rapat paripurna Badan Musyawarah (Bamus) DPR bahwa uji kelayakan dilaksanakan 5 Desember 2007. "Ini sudah merupakan keputusan paripurna, yang tidak bisa ditunda lagi," ujarnya. Tentang cetak biru `grand strategy` pertahanan Indonesia, ia mengatakan rancangannya sudah ada dan akan diberikan Departemen Pertahanan (Dephan) paling lambat Selasa (4/12) sore. Proyek resmi Sementara itu, Kasad Jenderal TNI Djoko Santoso membantah pengadaan 35 unit mobil `pick up` tersebut adalah resmi dan tidak melanggar ketentuan kepabeanan. Ia menegaskan pengadaan 35 unit ambulans berdasar kontrak No012/LN/KASAD/DPAD/AD tertanggal 11 Desember 2006 adalah proyek resmi dan bukan merupakan penyelundupan mobil mewah "Yang ada hanyalah mobil `pick up` yang akan dikaroseri sebagai ambulans. Karoserinya dilakukan di dalam negeri untuk menghidupkan perekonomian nasional," tuturnya. Pada kesempatan itu, Kasad juga membantah adanya anggota keluarganya yang terkait dengan pengadaan tersebut. "Tidak ada saudara saya, karena itu memang tidak boleh," ujarnya menegaskan. Dalam sidak Menkeu dan Ditjen Bea Cukai pada 8 November 2007, ditemukan penyelundupan banyak mobil mewah, termasuk sejumlah mobil mewah yang diimpor TNI AD dengan menggunakan dokumen impor ambulans. Dokumen itu menyebutkan yang diimpor adalah 35 unit mobil ambulans jenis Isuzu OZ 3/4 ton (4x4). (*)

Copyright © ANTARA 2007