Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah dan pemimpin masyarakat di Malaysia dan Indonesia disarankan agar secara serius menyelesaikan hingga tuntas seluruh isu yang muncul ke permukaan, berkaitan dengan berlangsungnya hubungan harmoni antara kedua negara. Jika tidak segera diselesaikan, dikuatirkan berbagai isu tersebut akan menjadi pemicu konflik yang selalu muncul berulang kali dan akan melahirkan isu ikutan yang malah menambah keruhnya situasi. Demikian salah satu rekomendasi disampaikan Zulkarimein Nasution dari Universitas Indonesia saat menyampaikan makalah bertemakan "Unneighbourly Relations" Indonesia-Malaysia dalam liputan media nasional dan lokal kedua negara pada The Second International Conference on Southeast Asia di Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Selasa (4/12). Zulkarimein mengatakan hasil analisis isi nara sumber itu terhadap Kompas dan The Jakarta Post serta Waspada (Indonesia), Utusan Malaysia dan The New Straits Times (Malaysia) menunjukkan secara garis besar banyak kesamaan isu pokok yang muncul dalam polemik antara kedua belah pihak, seperti yang tercermin dalam isi media di negara masing-masing. "Namun jika ditilik lebih jauh, akan kelihatan bahwa penampilan liputan mengenai polemik tersebut pada media di negara yang bersangkutan mempunyai kekhasan masing-masing," katanya. Kekhasan ini, menurut kedua pemakalah, merupakan hal wajar, selama tidak tergelincir menjadi distorsi dan misinterpretasi yang tentunya bertentangan dengan azas pokok jurnalisme yang universal, seperti truthfulness, objektivitas, netralitas, dan akuntabilitas publik. "Hasil penelitian ini juga menunjukkan perbedaan mencolok dalam hal materi peliputan yang dilakukan oleh media di Indonesia dan Malaysia terhadap berbagai hal yang terjadi," kata Zulkarimein. Perbedaan itu sedikitnya dapat dilihat dalam tiga hal, yaitu banyaknya item berita dan tulisan, nada pesan (message tone) yang dikandung, nara sumber (news sources) yang dikutip, serta kedalaman (depthness) dari pemberitaan di masing-masing media, katanya. Untuk mencegah terbentuknya opini dan sikap pandang timbal balik yang negatif yang berkelanjutan pada khalayak di kedua negara, perlu dilakukan langkah penanganan sistematis dan berkelanjutan, katanya. Di antaranya, perlunya dilakukan dialog-media antara kedua bangsa, dimana secara tulus dan terbuka kedua belah pihak duduk bersama mencari jalan keluar yang optimal, katanya. Konferensi dua hari yang bertema: "Southeast Asia: Rethinking Regionalisme" itu membahas berbagai aspek sosial, ekonomi, bahasa, dan media di kawasan Asia Tenggara dan diikuti peserta dari berbagai negara Asia. (*)

Copyright © ANTARA 2007