Nusa Dua (ANTARA News) - Kalangan LSM yang turut menyemarakkan ajang Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), di Nusa Dua, Bali, mulai mencium agenda terselubung yang tidak konstruktif dari negara-negara maju dalam upaya mengatasi perubahan iklim global. Ketua jaringan FoEI ("Friends of the Earth International"), Meenakshi Raman, pada Rabu siang mengungkapkan bahwa mulai muncul agenda terselubung negara maju yang ingin lari dari kewajiban menurunkan emisinya dan berupaya mewajibkan pula negara-negara berkembang mengurangi emisi. "Rasa takut demikian nyata di sini. Apalagi setelah Jepang pada hari pertama konferensi sudah menyampaikan keinginannya mengganti skema Protokol Kyoto," kata Meena. Menurut dia, perkembangan konferensi makin mempertegas upaya-upaya negara maju yang tak mau lagi bertanggung jawab penuh atas berubahnya iklim. Mengutip pernyataan Jepang pada hari pertama, ".. Penting buat kita bergerak maju ke depan dan mengganti Protokol Kyoto dengan kerangka baru yang melibatkan semua negara di dunia untuk menurunkan emisi" terungkap di sana bahwa Jepang mengusulkan Protokol Kyoto diakhiri saja dan diganti dengan kerangka yang sama sekali baru. Padahal di Protokol Kyoto jelas ditegaskan bahwa negara-negara maju saja yang wajib mengurangi emisinya, sementara negara berkembang secara sukarela boleh menurunkan gas buang karbon, katanya. Namun, berdasarkan proposal Jepang diisyarakatkan bahwa kelak setelah tahun 2012 negara-negara berkembang juga diwajibkan secara mengikat menurunkan emisinya. "Saya tegaskan di sini bahwa Protokol Kyoto tidak mati pada tahun 2012, hanya berakhir masa berlaku periode pertamanya. Pihak-pihak yang meminta protokol diganti dengan yang baru, jelas punya agenda terselubung ingin membawa negara berkembang turut wajib mengurangi emisi," kata Meena. Padahal perubahan iklim yang terjadi saat ini disebabkan oleh emisi karbon negara-negara maju pada 100 tahun yang silam, sementara negara berkembang tidak berkontribusi apa-apa. Agenda terselubung ini tampaknya didukung oleh hampir semua negara maju, tambah Meena. Delegasi Kanada mengatakan sudah saatnya untuk membentuk kerangka baru yang berjangka waktu panjang dan menargetkan penurunan emisi hingga 50 persen pada tahun 2050. Kanada mengatakan kalaupun semua negara maju memangkas emisinya hingga nol, tetap saja tidak bakal cukup, sehingga negara berkembang juga harus diwajibkan mengurangi emisi. Dengan maksud yang sama, Amerika Serikat juga menyampaikan dukungannya terhadap proposal Jepang. "Jepang dan Amerika hanya ingin negara berkembang membayar biaya perubahan iklim lebih mahal lagi," ujar Meena. "Kita semua tahu harus ada target yang jelas untuk kita capai, tetapi sering kali target-target reduksi emisi negara maju tidak menjelaskan dampaknya terhadap negara berkembang. Masalah ini harus secara serius dibahas," tambahnya. Negara-negara maju harus menyampaikan target reduksi emisi mereka, berikut implikasinya terhadap negara-negara berkembang, ujar Meena. (*)

Pewarta:
Copyright © ANTARA 2007