Jakarta (ANTARA News) - Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Miranda S Goeltom mengatakan kajian BI memperlihatkan adanya tren (kecenderungan) inflasi tahun 2008 menurun dibandingkan tahun ini. "Inflasi tahun depan lebih rendah dari tahun ini yang mencapai 6,33-6,7 persen," katanya di Jakarta, Kamis. Ia mengemukakan kajian BI terhadap inflasi tahun depan yang cenderung menurun tersebut telah menggunakan angka-angka yang pesimistik seperti harga minyak yang tinggi dan harga komoditas yang tetap tinggi. Ia menambahkan kajian BI yang menunjukkan adanya tren menurun itu telah menjadikan salah satu alasan bagi bank sentral itu untuk menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) dari 8,25 persen menjadi 8 persen. Sementara itu, ia mengatakan, tekanan akibat krisis kredit perumahan di AS (Subprime mortgage) tidak berimbas banyak terhadap Indonesia. Hal ini tampak dari kinerja perbankan yang masih bagus. "Kami tidak melihat itu (subprime mortgage) terjadi di Indonesia. Perbankan kami lihat datanya masih baik, bahkan membaik, NPL (kredit bermasalah) turun, CAR (rasio kecukupan modal) tetap baik, rencana bank-bank memenuhi target API (arsitektur perbankan Indonesia) semua sudah akan tercapai, kemudian kemampuan manajemen risiko perbankan juga lebih baik," katanya. Untuk itu, menurut dia, itu justru menjadi alasan bagi BI untuk menurunkan suku bunga acuannya. "Dengan resiliensi semacam itu penurunan suku bunga justru merupakan langkah yang tepat untuk menjaga momentum pertumbuhan sementara stabilisasi yang merupakan tugas utama kita tetap terjaga dengan baik," katanya. Sedangkan untuk pertumbuhan ekonomi 2008, menurut dia, tetap akan tinggi meski terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi dunia. "Di tengah-tengah kegalauan perekonomian global yang turun, kami masih percaya perekonomian tumbuh `handsome` (bagus) dengan level 6,3-6,7 persen dengan `mid point` (titik tengah) 6,5 persen," katanya. Hal ini karena perlambatan perekonomian global yang ada di AS dan Eropa tidak serta merta akan menurunkan ekspor barang Indonesia. "Barang ekpor Indoensia saat ini selain terdiversifikasi produknya, juga pasar yang semakin meluas ke berbagai daerah. Sehingga perlambatan di AS dan Eropa dapat dikompensasi dengan peningkatan ekspor di negara-negara yang berkembang lainnya seperti China dan India," katanya. Miranda memperkirakan cadanga Devisa hingga akhir tahun 2007 mencapai 56 miliar dolar AS, berkat adanya dana masuk dari perdagangan karena tingginya harga minyak serta kepemilikan BI terhadap mata uang asing dan emas. "Kita memiliki mata uang asing seperti Euro, bila nilai euro menguat otomatis memperkuat cadangan devisa," katanya.(*)

Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2007