Surabaya (ANTARA News) - Ketua Umum DPP PAN Sutrisno Bachir dan Ketua FKB DPR RI Effendy Choirie tampak menghadiri pengukuhan Prof Kacung Marijan PhD, sebagai Guru Besar Ilmu Politik di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Sabtu. Politisi lain yang juga tampak hadir adalah Wakil Ketua DPW PAN Jatim, Achmad Rubaie, Abdul Hamid Wahid (anggota FKB DPR RI), Cagub Jatim, Mayjen TNI (Purn) Haris Sudarno, dan politisi lainnya di tingkat provinsi. Dalam pengukuhan bersama dua guru besar dari Fakultas Kedokteran (FK) Unair Surabaya itu, Kacung Marijan yang merupakan guru besar ke-326 Unair itu, menawarkan resep demokrasi yang stabil. "Caranya, lewat rekayasa sistem Pemilihan Umum (Pemilu) dan sistem kepartaian. Rekayasa sistem Pemilu dapat dilakukan lewat sistem distrik," katanya menegaskan. Menurut doktor alumnus Australian National University (ANU) itu, mengemukakan, sistem distrik itu mengandaikan daerah pemilihan (Dapil) yang lebih kecil dari Dapil yang ada saat ini. "Untuk rekayasa sistem kepartaian dapat dilakukan lewat `parliamentary treshold` (ambang batas perolehan kursi parpol di parlemen). Kalau tak mencapai jumlah kursi minimal, maka parpol tertentu tak memiliki wakil di DPR/DPRD," katanya. Dengan rekayasa sistem Pemilu dan sistem kepartaian itu, Indonesia akan memiliki 4-7 partai efektif yang dapat duduk di parlemen, sehingga demokrasi akan bergerak secara stabil. "Tapi, resep yang saya tawarkan itu berbeda dengan resep dokter. Kalau resep dokter, ya pasti akan dipatuhi pasien, tapi kalau resep saya untuk negara, maka politisi bisa setuju dan tidak," katanya, disambut tawa hadirin. Menanggapi "resep" Prof Kacung Marijan, Effendy Choirie (Ketua FKB DPR RI) mengatakan, pihaknya sepakat dengan "resep" untuk stabilitas dalam bernegara. "Tapi, resep pak Kacung itu memang masih merupakan teori dan hal itu akan berbeda dalam realitas. Yang jelas, sistem distrik sulit direalisasikan untuk saat ini, tapi sistem `parliamentary treshold` sudah bisa diadopsi," katanya menambahkan. Menurut dia, sistem distrik tampaknya masih banyak politisi yang menentang, karena itu sistem Pemilu 2009 masih akan menggunakan sistem proporsional terbuka, seperti sebelumnya. "Kalau `parliamentary treshold` akan diakomodir, tapi `electoral treshold` (ET atau ambang batas perolehan suara untuk dapat mengikuti Pemilu), juga digabung dengan `parliamentary treshold` (PT) yakni ET untuk parpol dan PT untuk parlemen," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2007