Denpasar (ANTARA News) - Ribuan bayi di dunia termasuk Indonesia, terlahir dari rahim ibunya dengan membawa zat yang mengandung racun di dalam tubuhnya. "Jadi sejak lahir bayi-bayi itu telah `menyimpan` gumpalan racun di dalam tubuhnya. Racun tersebut masuk ke dalam tubuh bayi sejak dia masih berada dalam kandungan," kata Dr Ir LK Kartini MSi, ahli masalah sosial dan pertanian, di Denpasar, Sabtu. Usai tampil selaku pembicara pada "Rembuk Publik" yang dihadiri ratusan pentolan LSM dari sejumlah negara terkait Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNDCCC), dosen Fakultas Pertanian Universitas Udayana (Unud) itu mengatakan, zat beracun yang masuk ke dalam tubuh bayi berasal dari ibu kandungnya. Menurut dia, seorang ibu yang sehari-harinya mengkonsumsi sayuran atau bahan makanan lain yang mengandung pestisida, tidak dapat diingkari bahwa wanita rumah tangga tersebut telah "menabung" racun dalam tubuhnya. Bersamaan dengan semakin besarnya "tabungan", seorang ibu lantas mengandung bayi di dalam rahimnya selama kurang lebih sembilan bulan. Dari hasil penelitian WHO, badan dunia yang mengurusi masalah kesehatan, kata Kartini, diketahui bahwa sekitar 20 persen dari total kandungan zat racun yang ada pada ibu, pindah ke dalam tubuh bayi yang berada dalam kandungannya. Kasus keracunan bayi yang masih berada dalam kandungan ibunya itu, menurut WHO telah menimpa ribuan bayi yang terlahir di sejumlah negara, termasuk di negara-negara maju, ujar Kartini. Dosen yang aktif menyerukan masalah lingkungan itu mengungkapkan, demikian juga dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan Fakultas Pertanian Unud, menunjukkan bahwa tidak sedikit bayi di Pulau Dewata yang terlahir dengan berbekal racun dalam tubuhnya. Semua itu terjadi, lanjut dia, tidak lain karena pola pertanian yang selama ini diterapkan terbukti sangat keliru, keluar dari kearifan lokal yang ada dan sempat berkembang di sejumlah daerah, termasuk Bali. Di Bali sendiri, para petaninya tidak lagi memperhatikan itu, melainkan melakukan cara-cara bercocok tanam dengan tidak ramah lingkungan. "Petani sekarang lebih suka memanfaatkan pupuk an-organik dan berbagai jenis pestisida dalam mengolah lahannya. Akibatnya, lahan menjadi `kecanduan` sekaligus hasil panennya terbukti mengandung zat beracun," katanya. Ia menjelaskan, pestisida adalah racun. "Kalau sekarang racun itu masuk ke dalam sayuran, lantas sayuran kita makan, apa tubuh kita bisa untuk tidak keracunan?" ujarnya dengan nada jengkel. Sehubungan dengan itu, kepada para delegasi UNFCCC, Kartini mengharapkan dapat diambil suatu kesepakatan yang mengarah kepada upaya perbaikan lingkungan secara keseluruhan. "Tidak hanya masalah pemanasan global, tetapi juga terciptanya dunia pertanian yang terbebas dari zat beracun, pestisida dan sejenisnya," katanya menandaskan.(*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007