Yogyakarta (ANTARA) - Jaringan Demokrasi Indonesia DIY sebagai perkumpulan mantan penyelenggara Pemilu menyatakan bahwa “e-voting” bisa menjadi alternatif pelaksanaan pemungutan suara, namun membutuhkan modal berupa kepercayaan yang besar terhadap mekanisme dan hasilnya.

“Pelaksanaan ‘e-voting’ ini sangat berkaitan dengan tingkat ‘trust’ dari masyarakat. Banyak negara yang sudah melaksanakannya, tetapi kepercayaan terhadap mekanisme dan hasilnya juga masih menjadi masalah,” kata Ketua Presidium Jaringan Demokrasi Indonesia (JaDI) Mohammad Najib di Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, pelaksanaan pemilihan umum secara manual sejak dari proses pemungutan suara hingga penghitungan hasil seperti yang dilakukan saat ini masih merupakan pelaksanaan pemilu yang dinilai mampu memenuhi unsur akuntabilitas oleh masyarakat.

Meskipun, lanjut dia, masih ada beberapa pihak yang meragukan bahwa pelaksanaan pemilu berjalan secara akuntabel dan transparan dengan menganggap adanya permainan dalam pemilu meskipun untuk membuktikannya bukan perkara mudah.

“Mungkin, ‘e-voting’ ini bisa dilakukan di wilayah terbatas. Misalnya untuk pemilihan kepala daerah di Yogyakarta. Pelaksanaan ‘e-voting’ ini sebenarnya memenuhi prinsip pelaksanaan pemilu yaitu efisien, cepat, mudah dan tidak rumit. Tetapi, sekali lagi yang jadi masalah adalah kepercayaan,” katanya.

Selain “e-voting”, Najib menambahkan, ada mekanisme lain supaya penghitungan suara berjalan lebih mudah dan efisien, yaitu dengan cara “e-counting”.

“Untuk ‘e-counting’ ini, pemungutan suara tetap dilakukan secara manual, tetapi rekapitulasi hasil dilakukan secara real time karena tersambung langsung dengan data di pusat. Namun, pelaksanaannya tetap harus dipantau oleh saksi dan pengawas,” katanya.

Namun demikian, lanjut Najib, berbagai pilihan atau alternatif pelaksanaan pemilu tersebut harus memiliki dasar hukum yang kuat yaitu undang-undang. “Untuk saat ini, regulasi yang ada memang belum memungkinkan untuk hal itu,” katanya.

Sebelumnya, Ketua KPU DIY Hamdan Kurniawan mengatakan, pelaksanaan pemilu dengan bantuan teknologi informasi akan berjalan efektif dan efisien.

“Tetapi, harus didukung dengan regulasi. Harus diakomodasi dalam undang-undang terlebih dulu,” katanya.

Ia pun menyampaikan jika pelaksanaan “e-voting” membutuhkan tingkat kepercayaan yang besar dari masyarakat serta kesiapan sarana dan prasarana seperti komputer, software, jaringan internet hingga kesiapan sumber daya manusia.

“Penggunaan ‘e-voting’ memang terlihat mudah, tetapi sebenarnya tidak semudah itu. Ada banyak hal yang harus dipersiapkan secara matang termasuk mengantisipasi berbagai kemungkinan atau kejadian di lapangan,” katanya.

Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2019