Jakarta (ANTARA News) - Sao Paulo, Amerika Selatan berada ribuan kilometer jauhnya dari Jakarta, namun kehidupan kaum pendatang dengan keadaan ekonomi yang minim di kedua kota itu memiliki sejumlah kesamaan. Pendatang di kedua kota sama-sama tinggal di pemukiman kumuh, jauh dari ukuran layak. Lewat jepretan kamera para jurufoto muda Brazil yang menamakan diri mereka "Cia De Photo", kehidupan kaum urban di kota terbesar di Amerika Selatan itu terekam dalam sejumlah karya foto tentang gedung tua bernama "911". Foto-foto tersebut merupakan bagian dari pameran 100 karya fotografer dunia dalam "The Jakarta International Photo Summit" yang berlangsung di Galeri Nasional Jakarta, 3-16 Desember. Gedung 911 yang memiliki 29 lantai ini sesungguhnya telah ditinggalkan selama 12 tahun. Ruang hidup yang mahal di Sao Paolo memaksa 500 keluarga membangun ulang gedung ini. Dalam empat tahun terakhir, jumlah penghuni gedung ini mencapai 1.680 orang. Sebuah foto perempuan tua (berumur sekitar 50 tahun) yang berdiri dengan latar belakang tembok lusuh gedung 911 terlihat sangat unik. Foto ini memperlihatkan kerutan di wajahnya, menggambarkan pergulatan hidup keras dan pahit di Sao Paolo, kota yang dihuni 20 juta orang itu. Para fotografer muda Brazil ini juga mengabadikan lorong-lorong gedung yang berdinding papan bekas nan kotor, serta kabel-kabel listrik berselampiran di depan kamar. Potret kaum urban ini adalah potret sebuah kesemerawutan yang sebenarnya juga akrab di mata jurufoto Jakarta. Fotografer Edy Susanto dalam deretan karyanya yang dipamerkan berjudul "Orang Kolong", menampilkan perspektifnya tentang kaum urban yang tinggal di kolong jembatan dan jalan tol Jakarta yang kokoh. Edy menghadirkan gambaran kehidupan yang ada di kolong dalam beberapa sudut yang unik. Misalnya dalam foto seorang ibu yang memandikan anak-anaknya di sebuah WC umum. Tempat ini dibangun semi permanen tanpa atap tepat di bawah persimpangan dua jalan tol yang tiang-tiang besarnya tinggi menjulang. Pada bagian lain fotonya, tampak seorang anak perempuan berseragam sekolah dasar (merah putih) sedang melintas di depan deretan dinding-dinding papan dan kardus yang disulap menjadi ruang-ruang kecil, ruang yang disebut "rumah" bagi puluhan orang yang menghuni kolong jembatan. City of Hope Pameran karya fotografi yang baru pertama kali ini mengambil pendekatan jurnalistik dokumenter dan memajang deretan karya master fotografi dunia yang bekerja dari cara analog sampai karya para jurufoto muda Indonesia yang telah menggunakan format digital. Kurator pameran, M Firman Ichsan mengungkapkan jajaran karya-karya yang membentang dari kurun waktu hampir seratus tahun dari berbagai negara ini mengabil tema "City of Hope" atau kota harapan. Semua karya dalam pameran ini berupaya merekam kota, kehidupan, sekaligus harapan penghuninya. Sebuah harapan akan ruang bermain di sudut-sudut kota yang penuh sesak gedung bertingkat terangkum dalam karya foto berjudul "Let`s Kick". Hasil jepretan pewarta foto ANTARA ini menghadirkan beberapa anak laki-laki yang asyik bermain bola di kolong jembatan. Dalam foto yang lain anak-anak menyodok bola di atas kerasnya aspal jalanan yang lengang dan juga di atas hamparan semen dengan juntaian kabel-kabel listrik bertegangan tinggi di atas mereka. Ketiadaan lapangan bola dan rumput hijau yang lazimnya menjadi tempat ideal anak-anak ini bermain sepakbola memaksa mereka memanfaatkan ruang-ruang kosong. Karya-karya foto dari 20 jurufoto yang sebagian besar tinggal di Jakarta dan sekitarnya ini tak hanya memotret realita kehidupan Jakarta saja, tetapi juga ungkapan perasaan pribadi dan reaksi mereka atas kehidupan masyarakat kota dengan segala konsekuensi sosial budaya dan psikologis. "Mereka (jurufoto) adalah bagian dari dinamika kehidupan masyarakat kota itu sendiri. Sehingga saat memotret, para jurufoto sesungguhnya sedang membuat dokumentasi dari kehidupan mereka sendiri," ujar Firman seperti dikutip dalam katalog pameran. Fotografer senior ANTARA, Oscar Motuloh yang sekaligus juga kurator dalam pameran ini mengungkapkan foto-foto bertema "City of Hope" merupakan menu yang mengupayakan sajian-sajian pribadi yang subyektif, di mana opini visual yang ditampilkan para peserta pameran lebih merupakan catatan harian masyarakat terhadap kota yang mereka tinggali. Paris Rangkaian perpektif para master fotografi dunia terhadap keelokan Paris melengkapi Jakarta Photo Summit kali ini. Sebanyak 88 foto tentang berbagai sudut kota yang disebut menjadi kelahiran fotografi ini hadir mulai dari tahun 1900 hingga tahun 2000 terangkum dalam tema "Objectif Paris". Fotografi yang ditampilkan merupakan seleksi dari lima koleksi kota Paris, yakni Perpustakaan Sejarah Kota Paris, Museum Carnavalet, Museum Seni Modern, Pusat Fotografi Eropa dan Dinas Seni Kontemporer. Objectif Paris diawali dengan foto "Exposition Universelle" tahun 1900 karya Tirage Equestre. Karya-karyanya merupakan periode dimana fotografi mulai mengalami berbagai perubahan dan meninggalkan teknik tradisional untuk beralih ke teknik modern. Sebagai bagian dari Objectif Paris, pameran ini juga menampilkan proyeksi fotografi yang merupakan pertukaran pandangan atau persepsi tentang perkotaan khususnya kota Jakarta oleh fotografer Paul Kadarisman dan kota Paris oleh fotografer Wilfrid Rouff. "The Jakarta International Photo Summit" memberikan setitik kesegaran sekaligus inspirasi dengan menghadirkan berbagai karya foto tentang kota. (*)

Pewarta: Oleh Desy Saputra
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2007