Mekkah (ANTARA News) - Sudah tak terhitung lagi berapa kali Andi Mapetahang Fatwa, atau lebih akrab biasa dipanggil AM Fatwa, mengunjungi tanah suci Mekkah dan Madinah, namun kali ini kepergiannya benar-banar menjadi pelajaran berharga dan menjadi hikmah tersendiri baginya sebagai seorang wakil rakyat. AM Fatwa tiba di Jeddah pada Kamis (14/12) untuk menunaikan ibadah haji tahun 1428 H/2007 atas undangan Rabitah al Islami. Setiba di Jeddah, ia memisahkan diri dari rombongan untuk menemui putrinya, Dian Islamiati di salah satu hotel di kota Mekkah. Fatwa memang mengaku rindu pada puterinya itu karena Dian, mantan reporter salah satu TV di Jakarta, lama bermukim di Australia. Di luar perkiraan, mobil yang membawanya sulit masuk ke kota Mekkah. Maklum, puncak musim haji sudah masuk dan pemeriksaan terhadap semua pendatang pun diperketat. Askar terlihat di mana-mana, baik yang berkostum resmi maupun sipil. "Saya semalaman mencari penginapan tak juga dapat," kata Wakil Ketua DPR itu mengawali pembicaraan dengan ANTARA ketika mengantarnya ke Mina dan Sektor Khusus di Masjidil Haram. Fatwa bersama sekretarisnya baru bisa masuk Mekkah setelah mendapat bantuan dari Konjen RI di Jeddah. Di Mekkah ia menuju ke satu hotel di dekat Masjidil Haram, tempat puterinya menginap. "Di hotel itu, saya kesulitan mencari puteri saya. Sebab, petugas hotel tak mencatat siapa dan di kamar mana setiap orang menginap," ceritanya. Petugas hanya tahu berapa banyak orang menginap di setiap kamar," sambungnya. Untungnya petugas hotel tahu dan mengenali AM Fatwa yang tahun lalu diundang pemerintah setempat, Raja Abdullah, maka ia pun diupayakan mendapat tempat untuk istirahat. Fatwa ditempatkan bersama beberapa orang Malaysia dalam satu kamar. Tetapi ia mengatakan tak dapat tidur. Maka ia keluar dan duduk di lobi hotel seorang diri, sementara sekretarisnya pergi ke Masjidil Haram, bertawaf dan mencium Hajar Awad. Fatwa mengaku tak bisa tidur dengan orang Malaysia. Meski sama-sama Muslim, tiba-tiba ia teringat hubungan "panas-dingin" dengan negara jiran dan masih serumpun itu. Maklum, Malaysia belum meminta maaf atas klaim lagu-lagu asli dari tanah air. "Saya, ya jadi susah juga," ungkapnya. Barulah pada pagi hari ia dapat berjumpa dengan puterinya dalam keadaan ngantuk karena semalaman tak bisa tidur. Pria kelahiran Bone, Sulawesi Selatan, 12 Februari 1939, itu nampak kusut. Topi putih yang dikenakannya juga terlihat kusam. Sweater yang dikenakan untuk menghalau rasa dingin di malam hari sudah tak diperlukan lagi. "Panas!", seru Fatwa sambil melepas sweater dari badannya. Ia kemudian meninggalkan hotel. Tujuannya, ke Mina, tempat penginapan yang disediakan pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Lagi-lagi, ia bersama sekretarisnya menemui jalan buntu. Tak bisa masuk ke Mina lantaran kawasan itu sudah ditutup petugas. Askar berdiri di sepanjang jalan menjaga kawasan itu, padahal, koper dan berbagai perlengkapan ada di penginapan kawasan Mina, tempat tamu terhormat, jemaah haji Indonesia yang diundang raja dan Rabitah al Islami. Menghadapi kenyataan pahit ini, Fatwa putar otak. Buntutnya, ia minta bantuan. Tentu yang paling dekat ke Jalan Azizia. Salah satu lokasi terdekat dari Mina. Di Azizia, Fatwa mendatangi Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah, Wardhani Muchsin dan meminta tolong agar dapat diantar ke Mina. Di Daker tersebut ada Menteri Agama Maftuh Basyuni, selaku Amirul Haj, Fatwa menemuinya. Ia kemudian membicarakan persoalan katering untuk jemaah haji, yang masih tetap hangat dibicarakan di tanah air. Mengingat sebagian jemaah haji tahun lalu tak kebagian nasi kotak dan peristiwa itu membawa dampak psikologis bagi keluarga jemaah haji sekarang ini. "Saya orang yang termasuk menentang soal katering dengan cara prasmanan. Itu dulu. Tapi, sekarang tidak. Saya termasuk orang yang mendukung," katanya. Perubahan sikap itu, kata dia, dilatarbelakangi oleh keterbukaan menteri agama dan masukan pendapat dari berbagai pihak, ia menjelaskan. Usai bincang-bincang dengan Menteri Agama, dengan dibantu Kepala Daker Mekkah, Fatwa mendapat pinjaman mobil lengkap dengan sopir. Namun, tatkala mobil hendak masuk ke arah Mina, Askar melarangnya. Mobil pun kembali ke Daker. Lantas, agar mobil dapat masuk ke Mina, mobil pun ditempeli stiker resmi yang dikeluarkan pemerintahan setempat. Tetapi upaya itu pun tak berhasil. Untuk yang ketiga kalinya mobil yang membawa Fatwa tak bisa masuk ke Mina. Sebagai jalan keluarnya, Wakil Ketua DPR itu pergi ke sektor khusus, ykni pos khusus di sekitar Masjidil Haram yang banyak menangani jemaah haji tersesat di jalan. AM Fatwa pun setuju dan kemudian ia turun di sisi kediaman kelahiran Nabi Muhammad SAW. Ia pun ikut shalat Jumat di sektor khusus. Sebelumnya ia disambut Ketua Pos Khusus, Alisin N Tatroman dan mendengarkan keluhan jemaah Indonesia. Usai shalat Jumat, ia minta bantuan seorang dokter untuk memeriksa tekanan darahnya. Dr. Muslimin dari TNI AU melayani dan memeriksa. Hasilnya, tekanan darah AM Fatwa naik, 150 di atas normal. Fatwa mengaku, tekanan darah tertinggi 160. Ia pun kemudian minta obat. Agar dapat bergabung dengan rekan satu rombongan, ia pun mengontak beberapa temannya yang baru pulang shalat di Masjidil Haram. Ternyata berhasil. Ia membuat perjanjian. Rekan-rekannya menunggu di pintu satu Masjidil Haram, di salah satu hotel terdekat. Sambil berdesak-desakan, Fatwa dengan dikawal beberapa petugas, akhirnya berjumpa juga dengan rombongannya. Fatwa masuk ke Mina dengan sebuah bus yang disediakan pemerintah setempat. Sebagai hikmah "Saya, diingatkan Allah," kata Fatwa. Atas peristiwa yang dialaminya itu, Wakil Ketua DPR ini menyebut bahwa peristiwa itu merupakan betapa cintanya Allah kepada umatnya. Ia merasa diingatkan. AM Fatwa memang sering ke tanah suci. Tahun lalu ia datang atas undangan raja dan dapat fasilitas enak. Padahal tahun itu banyak orang Indonesia tak kebagian nasi kotak. "Saat itu pula saya enak-enakan dengan segala fasilitas," ujar Fatwa, yang menilai bahwa kejadian yang menimpanya merupakan hikmah tersendiri. Siapa pun di tanah suci, harus introspeksi. Jangan karena pejabat, lalu mau enak sendiri. Ia pun berpesan, bahwa di Makkah Almukaromah, adalah tempat yang dimuliakan Allah. Mustajab bagi orang yang mau berdoa. Namun, juga bisa jadi peringatan bagi siapa pun yang melupakan kekuasaan Allah. (*)

Oleh Oleh Edy Supriatna Sjafei
Copyright © ANTARA 2007