Nusa Dua (ANTARA News) - Greenpeace menyesalkan persetujuan Bali Roadmap yang diketuk (disahkan), Sabtu, menggusur target angka pengurangan emisi seperti yang dituntut bukti-bukti sains dan kepentingan kemanusiaan. "Pemerintah George W. Bush mengubah tuntutan untuk bertindak pada pencegahan dampak perubahan iklim seperti yang dihasilkan sains, dengan membuangnya sekedar ke catatan kaki," kata Direktur Eksekutif Greenpeace Internasional Gerd Leipold menanggapi Bali Roadmap yang dihasilkan Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim di Nusa Dua Bali, Minggu. Di hadapan kritik terbuka pada pleno PBB, AS ditekan tidak menyebabkan rusaknya perundingan, namun demikian taktik AS menjadikan kerangka target pemotongan emisi untuk menghentikan perubahan iklim tidak lagi jadi perhatian khusus dan membuat target itu tersingkir ke catatan kaki, katanya. Hal itu dilakukan AS ketika Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) yang memenangkan Nobel, mengeluarkan data dampak perubahan iklim, dan bahwa musim panas Kutub Utara Arktik akan bebas dari es dalam 5-6 tahun ke depan serta menyebut 2007 adalah tahun terpanas ketujuh dalam sejarah. Namun Greenpeace, urainya, percaya bahwa tekanan publik akan mampu membuat pemerintah menyetujui pemangkasan emisi seperti yang dituntut sains pada dua tahun ke depan, bahkan Jerman mencontohkan akan memotong emisinya sampai 40 persen pada 2020. "Para pemerintah harus melanjutkan pendiriannya melawan Presiden dungu AS dengan agenda jahatnya. Negara-negara industri harus segera memancangkan target ambisius memangkas emisi di level nasional dan internasional dan yakin bahwa pemerintah AS yang baru akan juga ambil bagian," katanya. Menurut dia, pemerintah AS dipermalukan oleh pendapat yang teguh dari negara-negara berkembang seperti Cina, India, Brasil dan Afrika Selatan yang datang ke Bali dengan proposal nyata dalam andil mereka mengurangi dampak perubahan iklim. Apa yang mereka hadapi adalah strategi kotornya Bush untuk menentang semua isu yang paling penting bagi jutaan mereka yang menderita akibat dampak perubahan iklim, kata wakil Greenpeace China Ailun Yang. Persetujuan final memasukkan sebuah mandat dalam negosiasi yang memperkuat fase kedua Protokol Kyoto pada 2009. Dengan ini akan dimulai proses untuk mendanai teknologi bersih bagi negara berkembang dan membantu korban perubahan iklim. Untuk pertama kalinya Konferensi PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) juga menegaskan permasalahan 20 persen emisi global berasal dari deforestasi dan Greenpeace menyambut baik langkah pertama perlindungan hutan untuk pengurangan emisi ini. "Hilangnya hutan sangat dramatis, setiap dua detik hutan seukuran lapangan bola rusak, karena itu para pemerintah diharapkan melakukan lebih efektif lagi pencegahan deforestasi," kata Leipold. Uang yang disetujui di Bali, urainya, terlalu sedikit jika dibandingkan dengan kebutuhan untuk adaptasi dan bahwa butuh triliunan untuk revolusi energi yang sekarang belum terlihat. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2007