Jakarta (ANTARA News) - Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) meluncurkan buku pedoman negosiasi pinjaman luar negeri (LN) untuk memperoleh perjanjian yang lebih menguntungkan Pemerintah Indonesia. "Pemerintah berkomitmen bahwa hanya kegiatan/proyek yang benar-benar telah memenuhi "readiness criteria" yang boleh dinegosiasikan dengan donor," kata Meneg PPN/Kepala Bappenas, Paskah Suzetta, di Jakarta, Senin. Selain itu, katanya, Tim Delegasi Republik Indonesia (Delri) dalam proses negosiasi harus benar-benar menguasai aspek substansi, dan aspek keuangan dari kegiatan/proyek yang dinegosiasikan. "Selain aspek substansi dan keuangan, aspek hukum dalam naskah perjanjian pinjaman LN harus betul-betul dicermati oleh tim Delri sebagaimana diamanatkan dalam pasal 14 PP No.2 Tahun 2006, sehingga dapat memperjuangkan secara optimal kepentingan pemerintah Indonesia," katanya. Dia mengaku, dirinya mendapat banyak protes dari akademisi karena tidak dilibatkan dalam proses negosiasi, padahal mereka memiliki kemampuan untuk itu. "Nanti Delri akan melibatkan kalangan perguruan tinggi," katanya. Pemerintah akan terus menurunkan porsi pinjaman luar negeri dalam APBN untuk mewujudkan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan. "Komitmen pemerintah ini dituangkan dalam RPJMN 2004-2009 dan RPJMN periode berikutnya," ujarnya. Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam sambutan yang dibacakan Direktur Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, Maurin Sitorus mengatakan prinsip yang harus dipegang dalam negosiasi pinjaman luar negeri adalah efisiensi, efektivitas, transparansi, akuntabilitas dan kesetaraan, serta kecermatan untuk meminimalisir risiko. Dia menambahkan, ada beberapa hal penting yang menjadi bagian dari buku pedoman ini yakni sejarah pinjaman LN, jenis pinjaman LN, teori-teori terkait pinjaman LN, profil negara donor, landasan hukum internasional dan hukum positif Indonesia, "Paris Declaration", "best practises" penyusunan perjanjian pinjaman LN, anatomi dan format ideal, serta proses negosiasi. "Ini menyangkut hal-hal yang harus dan tidak boleh dilakukan dalam negosiasi dalam negosiasi," katanya. Menurut Menkeu, dari outstanding utang pemerintah sekitar Rp1.300 triliun, pinjaman LN mencapai sekitar Rp550 triliun atau 59 miliar dolar AS. "Masalah pinjaman LN ini perlu ditangani secara terintegrasi dan optimal," katanya. Ditambahkan Depkeu, Pemerintah memang berusaha menurunkan porsi pinjaman LN, tapi pinjaman LN masih tetap diperlukan untuk pengentasan kemiskinan, pendidikan, dan keamanan. Menurut Menkeu, negosiasi pinjaman LN tidak akan terlepas dari aspek makro, seperti pasar surat utang negara dan pasar modal. "Misalnya jika pasar surat utang negara dan pasar modal sudah lebih dalam dan lebih likuid maka kita akan mempunyai posisi tawar yang lebih kuat. Bahkan, banyak negara yang sudah mempunyai pasar yang dalam dan likuid tidak perlu lagi pinjaman LN," katanya. Menurutnya, rasio utang luar negeri terhadap PDN terus turun dari sekitar 78 persen pada 2000 menjadi sekitar 35 persen pada akhir triwulan ketiga 2007. Sedangkan rasio defisit terhadap PDB juga dijaga pada level lebih rendah dari dua persen. (*)

Copyright © ANTARA 2007