Medan (ANTARA News) - Pemberian uang senilai Rp100 juta kepada Ketua DPRD Sumut Abdul Wahab Dalimunthe dan kemudian, beberapa hari lalu, uang itu diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperkuat indikasi bahwa Wakil Walikota (Wawalikota) Medan, Ramli Lubis, telah melakukan korupsi. Praktisi hukum, Julheri Sinaga SH, kepada ANTARA News di Medan, Jumat, mengatakan bahwa pemberian uang itu bisa disebut sebagai proses gratifikasi atau pemberian hadiah untuk merubah keputusan. Jika uang itu benar-benar dimaksudkan untuk disumbangkan, maka kenapa harus diberikan kepada Wahab Dalimunthe yang secara jabatan selaku Ketua DPRD Sumatera Utara (Sumut) memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan, katanya. "Jika mau disumbangkan, maka seharusnya kepada orang miskin atau langsung saja ke pengurus masjid," ujarnya. Abdul Wahab Dalimunthe diperiksa KPK sebagai saksi karena menerima uang sebesar Rp100 juta dari Ramli Lubis yang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi APBD Kota Medan tahun 2002-2006. Dalimunthe mengembalikan uang itu kepada KPK di Jakarta beberapa hari lalu dan menyatakan bahwa uang tersebut merupakan sumbangan Wakil Walikota Medan untuk pembangunan sebuah masjid. Sinaga menambahkan, KPK juga perlu mempertimbangkan Dalimunthe dijadikan tersangka karena menerima uang dari seseorang yang sedang memangku suatu jabatan dan uang sebanyak itu patut diduga dari hasil korupsi. "Jika perlu KPK menetapkan semua pejabat yang menerima uang yang diduga hasil korupsi dari Wakil Walikota Medan itu sebagai tersangka," katanya. Ketua Pusat Kajian Konstitusi dan HAM IAIN Sumut, Drs. Ansari Yamamah, MA, mengatakan, kedua tokoh di Sumut itu (Wahab dan Ramli-red) jangan "mengkambing hitamkan" agama untuk melakukan korupsi. Menurut dia, pernyataan bahwa uang itu dimaksudkan untuk pembangunan masjid dinilai sebagai justifikasi atau pembenaran atas tindakan (dugaan, red) korupsi yang mereka lakukan. "Prinsipnya jangan jadikan agama sebagai kambing hitam dan tameng dari praktek korupsi", katanya. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007