Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan yang baru ditantang untuk membersihkan institusi kejaksaaan dan kepolisian dari korupsi. Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, di Jakarta, Senin, mengatakan pemulihan penegakan hukum merupakan salah satu "pekerjaan rumah" yang harus diselesaikan pimpinan KPK yang baru selama periode kerja mereka, sejak 2007 hingga 2011. "Selama ini, masalah besar dalam pemberantasan korupsi adalah tidak efektifnya institusi kejaksaan dan kepolisian dalam menangani kasus korupsi, sehubungan kedua institusi itu justru terlibat korupsi," tuturnya. KPK, lanjut Adnan, sesuai dengan mandat UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK jelas dibentuk karena tidak adanya kepercayaan terhadap institusi kejaksaan dan kepolisian. "KPK itu dibentuk salah satu tugasnya untuk mengembalikan efektivitas fungsi penegakan hukum kejaksaan dan kepolisian," ujarnya. ICW menilai pemulihan penegakan hukum harus menjadi salah satu indikator keberhasilan kerja KPK untuk periode 2007-2011, karena relevan guna menyelesaikan masalah mendasar praktik korupsi di Indonesia. Karena itu, kata Adnan, selain harus membersihkan institusi kejaksaan dan kepolisian, KPK juga harus memfokuskan agenda pada pembersihan lembaga pengadilan. KPK pada periode kepemimpinan pertama di bawah Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki, tercatat dua kali membongkar kasus yang melibatkan oknum lembaga pengadilan, yaitu kasus suap oleh pengacara Abdullah Puteh yang melibatkan panitera Pengadilan Tinggi DKI Jakarta serta percobaan suap yang melibatkan lima pegawai Mahkamah Agung (MA) dalam perkara kasasi Probosutedjo. Namun, KPK pada periode 2004 hingga 2007 itu belum pernah menangani kasus korupsi di kejaksaan dan kepolisian. Serupa dengan pimpinan KPK periode pertama yang diketuai oleh Ruki yang berasal dari kepolisian dan Wakil Ketua Bidang Penindakan Tumpak Hatorangan Panggabean yang seorang jaksa, KPK jilid dua dengan masa tugas 2007-2011 juga terdiri atas unsur jaksa dan polisi. KPK kini diketuai oleh jaksa eselon dua, Antasari Azhar dan salah satu pimpinannya adalah pensiunan polisi Bibit Samad Riyanto. Adnan berharap adanya unsur jaksa dan polisi tidak menjadi unsur penghalang bagi KPK untuk membersihkan dua institusi itu dari korupsi. "Dengan kondisi seperti ini, masyarakat harus kian menguatkan pelaksanaan pengawasan terhadap program pemberantasan korupsi yang akan dilaksanakan oleh pimpinan KPK terpilih periode 2007-2011," ujarnya. Selain pemulihan penegakan hukum, ICW berharap program pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK dapat mendukung pemulihan sektor ekonomi dengan cara menangani kasus yang dapat menghilangkan potensi kerugian negara yang besar seperti di bidang pajak dan sektor BUMN. KPK, lanjut Adnan, juga harus melakukan pembersihan lembaga politik dengan cara menangani berbagai praktik suap yang ditengarai sering terjadi di parlemen. "Praktik suap dalam berbagai aktivitas penyusunan kebijakan publik seperti dalam kasus dugaan suap BI kepada DPR telah menegaskan bahwa lembaga politik harus dibersihkan dari korupsi untuk mengembalikan fungsi parlemen sebagai representasi kepentingan publik," tuturnya. Fokus kerja KPK di bidang pemulihan hukum dan parlemen, menurut ICW, cukup mendesak karena lembaga kepolisian dan parlemen selalu berada di urutan puncak dari lembaga yang dipersepsi paling korup hasil survei Tranparansi Internasional Indonesia (TII). Pimpinan KPK telah diserahterimakan dari pimpinan lama kepada pimpinan baru pada Selasa, 18 Desember 2007. Publik kini menunggu langkah lima pimpinan KPK, yakni Antasari Azhar, Bibit Samad Riyanto, Hariyanto, M Jasin, dan Chandra Hamzah, guna memberantas korupsi di Indonesia. (*)

Copyright © ANTARA 2007