Medan (ANTARA News) - Pembuat Undang-undang (UU) dan Pemerintah Indonesa tampaknya belum mau mengatur hukuman mati terhadap pelaku korupsi, karena khawatir akan menjadi "senjata makan tuan", kata Ketua Pusat Kajian Hukum, Konstitusi dan Hak Asasi Manusia (HAM) IAIN Sumatera Utara (Sumut), Drs Ansari Yamamah MA. "Pembuat UU sendiri diduga banyak yang merupakan pelaku tindak pidana itu," ujar dosen Institut Agama Islam Negeri (IAIN) kepada ANTARA News di Medan, Rabu. Menurut dia, para pembuat UU itu selalu menjadikan HAMsebagai tameng untuk tidak memberlakukan ketentuan hukuman mati tersebut. Padahal, ia menilai, baik secara akademis maupun humanis hukuman mati terhadap pelaku korupsi itu dianggap tidak melanggar HAM. Dalam rumusan HAM, ia mengemukakan, kepentingan komunal (masyarakat) harus dikedepankan jika bertentangan dengan kepentingan personal (pribadi). "Praktik korupsi itu sendiri telah menyebabkan jutaan orang terlanggar HAM-nya untuk mendapat kesejahteraan," katanya. Ia mengemukakan pula, tanpa bermaksud memberikan pembelaan, mungkin masyarakat perlu mempertanyakan alasan pemberlakuan hukuman mati terhadap pelaku terorisme. Seharusnya, menurut dia, hukuman mati itu juga diberlakukan kepada koruptor karena tindak pidana itu pun bisa menyebabkan kematian ribuan orang. "Malah cara kematiannya lebih sadis dan korbannya bisa mencapai jutaan orang," katanya menambahkan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007