Jakarta (ANTARA News) - Moody`s Investor Service menaikkan peringkat obligasi pemerintah Indonesia dari B1 pada Oktober lalu menjadi Ba3 dengan prospek (outlook) stabil, kata Wakil Presdir Moody`s Ananda Mitra di Jakarta, Kamis. Dengan peringkat Ba3, peringkat obligasi pemerintah sudah di atas negara-negara seperti Pakistan dan Filipina dan telah sejajar dengan negara seperti Turki dan Vietnam. Namun masih di belakang Ba2 seperti Peru dan Kolumbia, dan Ba1, yaitu Brasil. "Kenaikan peringkat mencerminkan kinerja pemerintah yang diiringi dengan apresiasi rupiah merupakan faktor fundamental dalam memperbaiki beban utang pemerintah. Peringkat itu juga merefleksikan perbaikan fundamental pada posisi eksternal sehingga meningkatkan ketahanan terhadap kejutan di sisi neraca pembayaran," katanya. Menurut dia, peringkat tersebut mencerminkan kombinasi dari turunnya beban utang pemerintah, membaiknya kinerja ekonomi dan perbaikan kondisi politik, namun rawan terhadap kejutan eksternal, bencana alam dan berbagai kendala dalam tata kelola. Ananda mengatakan, penilaian Moody`s akan tingginya risiko moratorium pada saat terjadinya "default" (kegagalan) menjadi salah satu dasar untuk peringkat Ba2 pemerintah yang mengeluarkan obligasi mata uang asing. Selain itu, dia menyatakan bahwa reformasi struktural terhadap fiskal dan kebijakan yang lebih hati-hati, serta manajemen moneter telah meningkatkan fleksibilitas ekonomi domestik, stabilitas harga dan mendukung momentum pertumbuhan terhadap beberapa tantangan yang terus dihadapi oleh pemerintah. Dia menambahkan, di antara berbagai tantangan yang ada itu, terutama mempertahankan stabilitas harga di tengah meningkatnya harga energi dan harga makanan, kondisi eksternal yang berfluktuasi dan kecenderungan meningkatnya kondisi ekonomi domestik. Memperbaiki kapasitas dari masing masing propinsi untuk mendukung desentralisasi fiskal dan mengatasi perubahan perkembangan fiskal yang kecenderungannya lebih untuk belanja modal juga merupakan prioritas. "Area lain yang juga memerlukan usaha adalah untuk meningkatkan kedalaman pasar modal dan kemampuan ekonomi untuk menyerap potensi masuknya dana asing ke pasar modal dalam jumlah besar," kata Ananda. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2007