Jakarta (ANTARA) - Jumlah pemohon sengketa hasil Pemilu Legislatif (Pileg) di Mahkamah Konstitusi (MK) hingga Kamis pukul 08.00 WIB bertambah tiga pemohon untuk perkara di tingkat DPR/DPRD.

Tiga pemohon itu berasal dari; Partai Keadilan Sejahtera dari daerah pemilihan (dapil) Provinsi Kalimantan Barat, Partai Keadilan Sejahtera dengan dari dapil Provinsi Sumatera Utara, serta Partai Kebangkitan Bangsa dari dapil Provinsi Jawa Tengah.

Sebelumnya pada Rabu (22/5) seorang calon legislator dari Dewan Perwakilan Daerah Maluku Utara menjadi pendaftar pertama pengajuan permohonan sengketa Pileg di MK.

"Ini adalah pendaftar pertama, sementara pada hari ini caleg atau partai politik lainnya masih berkonsultasi untuk syarat pengajuan sengketa Pileg terlebih dahulu," ujar Sekretaris Jenderal MK Guntur Hamzah di Gedung MK Jakarta, Rabu (22/5)

Pemohon dari DPD Maluku Utara tersebut bernama Ikbal HI Djabid yang mendaftar pada pukul 13.38 WIB.

Sementara untuk partai politik yang datang ke MK untuk berkonsultasi mengenai syarat pengajuan permohonan sengketa Pileg hingga Kamis (23/5) pukul 09.00 WIB sudah lebih dari 20 pemohon.

Guntur mengatakan 24 jam pertama hingga 24 jam kedua sejak KPU mengumumkan hasil rekapitulasi Pemilu, biasanya belum banyak Parpol yang mendaftar untuk perkara sengketa Pileg.

Menurut Guntur syarat-syarat pembuatan permohonan bukanlah hal yang mudah, apalagi membutuhkan sejumlah persyaratan berupa berkas-berkas yang harus dilengkapi, hingga pendaftaran tersebut resmi diregistrasi oleh MK.

"Jadi 24 jam ketiga atau pada hari Jumat pukul 01.46 WIB baru ramai pendaftaran sengketa Pileg," kata Guntur.

Kendati demikian Guntur menyatakan sejak KPU mengumumkan hasil rekapitulasi pada Selasa (21/5) dini hari pukul 01.46 WIB, Mahkamah sudah siap menerima pendaftaran sengketa Pileg hingga Jumat (24/5) pukul 01.46 WIB.

"Itu adalah tugas dan kewajiban kami sesuai dengan apa yang sudah diamanatkan, sehingga ketika KPU sudah mengumumkan hasil rekapitulasi maka kami juga sudah harus siap," pungkas Guntur.

Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Yuniardi Ferdinand
Copyright © ANTARA 2019