Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah diharapkan bisa mengantisipasi kenaikan harga pangan dunia, karena Indonesia memiliki impor bahan makanan yang cukup besar, kata Ketua Masyarakat Profesional Madani, Ismed Hasan Putro. "Kebutuhan pangan konsumsi bangsa ini sekitar 60 hingga 70 persen berasal dari impor, untuk itu pemerintah perlu mewaspadai hal ini," ujarnya dalam diskusi Kemandirian Ekonomi dan Kewibawaan Politik Bangsa di Jakarta, Jumat. Ia mencontohkan, seperti garam saat ini sekitar 70 persen masih impor. "Padahal, Indonesia memiliki laut yang luas," katanya. Sekitar 60 persen kedelai sebagai bahan baku tahu dan tempe juga masih impor. Begitu pula daging sapi dimana 60 persennya impor dari Australia dan beberapa negara. Ia mengemukakan, untuk kasus beras pemerintah perlu segera membuat antisipasi yang lebih baik. Sebab bila tidak maka harga beras akan meningkat cepat. Menurut dia produksi beras saat ini akan terjadi penurunan akibat banyaknya lahan pertanian yang mengalami kebanjiran. "Dan, diperkirakan pada 2009-2010 Indonesia akan krisi beras," katanya. Hal itu, menurut dia, tidak menguntungkan pemerintah sebab, meski pemerintah dapat melakukan impor namun produsen beras dapat mepermainkan harganya. Apalgi seiring dengan semakin meningkatnya harga-harga pangan dunia. Untuk itu, ia menilai, pemerintah perlu segera melakukan langkah antisispasi dengan meningkatkan produksi pertanian terutama beras dengan melalui perluasan lahan serta pembangunan sarana dan prasarana pertanian yang memadai. "Sebab telah 15 tahun irigasi-irigasi pertanian kita tidak pernah bertambah, tentu ini merugikan karena produksi terhambat," katanya. Untuk itu ia mengatkan pemerintah perlu segera membangun irigasi-irigasi pertanian yang baru dan menmabh luas lahan. Ia menambahkan, bila sektor pertanian mampu ditingkatkan maka selain produksi pertanian dapat bertambah juga tidak akan menekan devisa karena besarnya impor bahan pangan. (*)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2008