Beijing (ANTARA News) - Sengketa produk makanan antara Indonesia dengan China yang pada tahun 2007 sempat mengemuka diharapkan pada 2008 tidak ada lagi, minimal berkurang setelah sejumlah pejabat dari kedua negara bertemu untuk mencapai sejumlah kesepakatan khususnya pertukaran informasi. "Tahun 2007 diwarnai dengan adanya sengketa produk makanan, yang ditandai dengan saling penolakan produk impor antara Indonesia dan China. Tapi tahun ini diharapkan tidak ada lagi setelah masing-masing pejabat bertemu dan saling bertukar informasi," kata Dubes RI untuk China Sudrajat di Beijing, Senin. Menurut Dubes, tahun 2007 sempat diwarnai dengan sengketa dan gangguan keamanan produk makanan antara kedua negara, ketika Indonesia menolak produk impor asal China yang mengandung formalin. Sementara China menolak produk perikanan asal Indonesia. Namun demikian, katanya, permasalahan atau sengketa tersebut sudah bisa diselesaikan, yakni dengan sejumlah pejabat dari kedua negara telah melakukan beberapa kali pertemuan, baik di China maupun di Indonesia. Pejabat dari Departemen Perdagangan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Badan Pengawas Obat dan Makanan sudah datang ke Beijing untuk bertemu dengan pejabat dari Badan Karantina China (AQSIQ). Pada awal September 2007 misalnya, sejumlah pejabat Indonesia dari instansi tersebut telah datang ke Beijing dan mencapai kesepakatan untuk saling meningkatkan informasi mengenai standarisasi produk makanan masing-masing negara. Untuk kerjasama tingkat regional, kata Dubes, juga telah dilakukan ketika negara-negara anggota ASEAN dan China, di Nanning, Wilayah Otonomi Guangxi, Tiongkok, pada 29 Oktober 2007, berhasil mencapai sebuah kemajuan penting dan strategis terkait keselamatan dan keamanan makanan. Pada tanggal itu para pejabat dari ASEAN, termasuk di antaranya dari Indonesia yang diwakili Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Husniah Rubiana Th. Akib, berhasil membentuk kesepakatan bersama memperkuat saling pengertian mengenai kerjasama keselamatan makanan, promosi perdagangan makanan dalam upaya untuk melindungi hak-hak konsumen bidang makanan. Kesepakatan itu dilakukan di sela penyelenggaraan China-ASEAN (CAEXPO) yang berlangsung 28-31 Oktober 2007, di Nanning, yang juga diikuti oleh 74 perusahaan Indonesia. "Adanya berbagai bentuk kerjasama saling pertukaran informasi mengenai standarisasi makanan itu sangat penting, sehingga diharapkan tidak ada lagi penolakan produk impor karena masing-masing negara sudah mengetahui standarisasi dari negara eksportir," katanya. Dubes menilai, ada semangat kebersamaan dari Indonesia dan China dalam upaya meningkatkan perdagangan, dengan adanya keinginan untuk terus melakukan pertukaran komunikasi, mengingat kedua negara dapat saling mengisi masing-masing produknya. "Saya berharap tidak ada lagi sengketa atau saling penolakan produk impor tahun ini, sejalan dengan telah disepekatinya saling pertukaran informasi soal standarisasi," kata Sudrajat. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2008