Jakarta (ANTARA News) - Kabar tentang dimulainya program sertifikasi guru pada pertengahan 2007, layaknya mampu memberikan angin segar bagi para guru di seluruh Tanah Air yang sudah menunggu hampir dua tahun sejak terbitnya Undang-undang Guru dan Dosen No 14/2005. Namun kenyataannya tidak semua guru dapat menyambut gembira kabar tersebut, terutama guru-guru yang berada di daerah pelosok dan daerah terpencil sebab kebanyakan dari mereka tidak mampu memenuhi persyaratan agar dapat ikut ambil bagian dalam proses sertifikasi. "Bagaimana guru di daerah mampu memenuhi portofolio yang menjadi syarat sertifikasi guru di tahun 2007 ini sedangkan kami tidak memiliki sederetan bukti-bukti prestasi dan pengalaman pelatihan dalam bentuk piagam dan sejenisnya," ungkap Maria salah seorang guru SD di Kabupaten Kupang. Maria memang bukannya tidak berkeinginan seperti teman-teman lainnya yang berada di Pulau Jawa atau Sumatera yang lebih mudah memperoleh kesempatan meningkatkan pengetahuan melalui kegiatan pelatihan atau seminar menjadi moderator dan sebagainya. "Guru-guru di Kupang dan kabupaten di sekitarnya rata-rata hanya berpendidikan D1, D2 hingga D3 dan hanya sedikit yang sarjana, dan mereka yang berpendidikan S2 pun sangat sedikit," ungkapnya. Permendiknas Nomor 18 Tahun 2007 menyatakan sertifikasi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio. Portofolio adalah bukti fisik (dokumen) yang menggambarkan pengalaman berkarya/prestasi yang dicapai dalam menjalankan tugas profesi sebagai guru dalam interval waktu tertentu. Semua guru yang sudah ditetapkan dalam kuota, mengumpulkan data dirinya dalam portofolio, termasuk semua dokumen yang berhubungan dengan kualifikasinya, pengalaman, pendidikan,dan pelatihan. Terdapat 10 komponen portofolio yang meliputi (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan pelatihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atasan dan pengawas, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi di bidang kependidikan dan sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dengan bidang pendidikan . Persyaratan portofolio sepertinya mudah namun tidak demikian bagi guru-guru di daerah, maka tidak berlebihan bila kemudian Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) NTT, Oktovianus Poly meminta agar proses sertifikasi guru dilaksanakan dengan melihat karakteristik daerah agar semua guru berminat mengikuti program sertifikasi. Pemerintah dan Komisi X DPR diharapkan bisa mengakomodasikan keinginan tersebut karena proses sertifikasi guru di NTT tidak berjalan lancar sebagaimana diharapkan. "Banyak guru yang enggan memasukkan portofolio sehingga proses sertifikasi tidak lancar. Penyebabnya beragam antara lain kondisi topografi dan sejumlah persyaratan berlaku nasional yang tidak dapat dipenuhi para guru. Itu sebabnya perlu ada klasifikasi daerah dalam proses sertifikasi guru," ujar Poly. Data Dinas Pendidikan dan kebudayaan Provinsi NTT menyebutkan hanya 9.492 dari total 50.135 guru sekolah dasar (SD) hingga sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang memenuhi syarat untuk bisa disertifikasi sesuai UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Jumlah yang sangat minim ini karena guru yang boleh mengikuti program sertifikasi adalah mereka yang memiliki kualifikasi pendidikan minimal S1, kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Thobias Uly. "Kami sudah melakukan seleksi dan hanya 9.492 dari total guru di NTT yang memenuhi syarat untuk mengikuti program sertifikasi. Sisanya tidak bisa ikut, karena tidak memenuhi syarat seperti yang ditetapkan dalam UU Nomor:14 Tahun 2005," kata Uly. Jumlah guru SD-SLTA di NTT tercatat 50.135 guru. Dari jumlah tersebut 24.975 guru berpendidikan SLTA, D1 1.801 guru, D2 9.551 orang, D3 4.316 guru dan S1 9.457 guru, S2 34 orang dan S3 satu orang. Data ini menunjukkan bahwa mayoritas tenaga guru di provinsi kepulauan ini berpendidikan SLTA. Uly mengatakan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTT akan berupaya menjalin kerjasama dengan Lembaga Penjamin Mutu Pendidik (LPMP) guna meningkatkan kompetensi guru agar bisa memenuhi syarat sebagai tenaga didik yang profesional. Kerjasama Wakil Walikota Kupang, Daniel Hurek dalam suatu kesempatan mengatakan, pemerintah Kota Kupang akan menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi di daerah itu untuk meningkatkan kompetensi para guru. Kerjasama tersebut dilakukan untuk mendongkrak mutu pendidikan di Kota Kupang yang merosot dalam beberapa tahun terakhir ini, setelah pemberlakuan sistem ujian nasional. "Dalam kaitan dengan masalah mutu pendidikan, kami akan menjalin kerjasama dengan perguruan tinggi untuk meningkatkan kompetensi para guru," katanya. Proses sertifikasi yang melibatkan Universitas Nusa Cendana Kupang sebagai Lembaga Pendidik Tenaga Kependidikan (LPTK) yang ditunjuk Depdiknas untuk Provinsi NTT saat ini telah menyeleksi sebanyak 3.980 guru di Nusa Tenggara Timur (NTT) mulai dari jenjang pendidikan sekolah dasar (SD) hingga sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) untuk memperoleh penilaian tim asesor. "Layak tidaknya seorang guru untuk mendapatkan sertifikasi tersebut akan dirumuskan dan ditentukan oleh tim sertifikasi dari Undana Kupang berdasarkan alokasi data yang ditetapkan Departemen Pendidikan Nasional," kata Kepala Lembaga Peningkatan Mutu Pendidikan (LPMP) NTT, Ismail Kasim. Ia menjelaskan, alokasi sertifikasi bagi para guru itu sudah dikirim oleh departemen ke masing-masing kabupaten/kota di NTT, sehingga diharapkan pemerintah daerah secepatnya mengusulkan ke tim sertifikasi guru di Undana Kupang. Sejumlah guru di Kota Kupang sudah berencana untuk melakukan aksi mogok mengajar jika sertifikasi tidak mengacu pada masa kerja serta pengabdian seorang guru, tetapi semata-mata di dasarkan pada tingkat pendidikan yang dicapai guru bersangkutan. kuota yang ditetapkan Departemen Pendidikan Nasional yakni sebanyak 3.980 orang, terdiri atas 150 berkas jatah tahun 2006 dan 3.830 berkas jatah tahun 2007. Kuota sertifikasi guru itu merujuk kepada data jumlah guru di wilayah NTT yang layak disertifikasi sesuai Undang Undang Nomor: 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, yakni sebanyak 9.492 dari total 50.135 guru Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Sebanyak 24.975 orang guru diantaranya berpendidikan SLTA, 1.801 guru lulusan Diploma Satu (D1), 9.551 orang lulusan D2, 4.316 orang lulusan D3, 9.457 orang lulusan Sarjana (S1), 34 orang lulusan Pasca Sarjana (S2) dan seorang guru lulusan Magister (S3). Menurut Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan NTT, Ir Thobias Uly, M.Si, penyebab keterlambatan pemasukan portofolio itu antara lain, para guru terus disibukkan dengan aktivitas rutin sehingga belum sempat memasukkan berkas tersebut, terutama di daerah-daerah terpencil di pulau-pulau. Sebagian belum memasukkan portofolio itu karena merasa tidak memenuhi syarat meskipun pengalaman pengajar dan kemampuan intelektual tidak diragukan. (*)

Oleh Oleh Zita Meirina
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2008